Photobucket
PhotobucketPhotobucket

Selasa, 04 Oktober 2011

Bunda tolong mandikan aku sekali saja, please…?!

Ify ia adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ”Why not to be the best?,” begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Ify termasuk salah satunya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Ify mendapat pendamping hidup yang ”selevel”, debo namanya; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Defy, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Ify diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.

Ketika Defy, berusia 6 bulan, kesibukan Ify semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya sahabatnya pernah bertanya padanya, “Tidakkah si Defy masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?” Dengan sigap Ify menjawab, “Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna”. “Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !” begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.

Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Debo dan Ify tinggal mengontrol jadwal Defy lewat telepon. Pada akhirnya Defy tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. “Contohlah ayah-bundamu Defy, kalau Defy besar nanti jadilah seperti Bunda”. Begitu selalu nenek Defy, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Defy berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Ify kalau Defy minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya dirumah apa bila ia merasa kesepian.

Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Ify dan Debo kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Defy. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ”memahami” orangtuanya.

Dengan Bangga Ify mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Ify, kamu tak lagi merengek minta adik. Defy, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Ify pada saya , Defy selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Ify sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Defy tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Ify berangkat ke kantor, entah mengapa Defy menolak dimandikan oleh baby sitternya. Defy ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya,” Bunda aku ingin mandi sama bunda…please…please bunda”, pinta Defy dengan mengiba-iba penuh harap.

Karuan saja Ify, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Defy, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Debo pun turut membujuk Defy agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Defy dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. “Bunda, mandikan aku !” Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja…?” kian lama suara Defy semakin penuh tekanan. Tapi toh, Ify dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Defy sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Defy bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.

Sampai suatu sore, Ify dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, “Bu, hari ini Defy panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency”.

Ify, ketika diberi tahu soal Defy, sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Ify langsung ngebut ke UGD. Tapi sayang… terlambat sudah…Tuhan sudah punya rencana lain. Defy, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya.. Terlihat Ify mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Defy mulai menuntut ia untuk memandikannya, Ify pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Ify akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.

Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Ify dengan nada yang bergetar berkata “Ini Bunda Nak…., Hari ini Bunda mandikan Defy ya…sayang….! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak..” . Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Ify, yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, “Inikan sudah takdir, ya kan..!” Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?”. Sahabatnya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Ify tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.

Sementara di sebelah kanannya, Debo berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.

Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Ify berujar, “Inilah konsekuensi sebuah pilihan!” lanjut Ify, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa di duga-duga tiba-tiba saja Ify jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. “Defy maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak…? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Sepanjang persahabatannya dengan sahabatnyai, rasanya baru kali ini sahabatnya menyaksikan Ify menangis dengan histeris seperti ini.

Lalu terdengar lagi Ify berteriak-teriak histeris “Bangunlah Defy sayaaangku….Bangun Defy cintaku, ayo bangun nak…..?!?” pintanya berulang-ulang, “Bunda mau mandikan kamu sayang…. Tolong Beri kesempatan Bunda sekali saja Nak…. Sekali ini saja, Defy.. anakku…?” Ify merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Defy.

Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat manusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini…tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Defy tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting dari pada hanya sekedar memandikan seorang anak.

>>>>>>>

Copas grup "IDFanatics"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar