Tik Tik Tik Tik Tik. Begitu bunyi mereka sesuai irama, tidak ada
kemungkinan mereka untuk mati kecuali baterai habis atau salah satu
bagian tubuh mereka ada yang rusak. Walaupun begitu mereka akan terus
hidup, hidup dan hidup menemani setiap aktivitas manusia.
Mungkin
setiap detik yang mereka keluarkan tidaklah berguna untuk kebanyakan
manusia. Tapi tidak untuk anak laki-laki yang berumur 15 tahun ini. satu
detik adalah uang uang dan uang “Pikirnya”. Uang untuk kesembuhan
kakaknya.
Sungguh ironi. Anak usia 15 tahun harus bekerja
membanting tulang demi menyambung satu detik setiap kehidupan untuk
kakaknya. Seharusnya masa-masa pubertas dia lalui bersama kakaknya,
bercerita semua hal sampai cinta monyet mungkin, tapi tidak untuk Fadil.
Dia tidak akan mengeluh dan tidak akan pernah mengeluh demi kakaknya.
Agar kakaknya bisa bersama dia, Selamanya. “Cukup orangtua yang Tuhan
ambil, jangan kakak, aku belum siap”.
Fadil sedang sibuk
membersihkan meja yang penuh dengan piring dan gelas yang hampir kosong.
Perutnya mendadak keroncongan. Dengan cepat fadil membereskan meja dan
meletakkan ke bagian rak pencucian piring. Memang bukan tugas fadil
dalam hal mencuci piring. Perutnya keroncongan kembali, dengan cepat
fadil mengambil satu potong roti didalam loker milik kakaknya dulu. Dia
teringat perkataan vyone “Makan dulu...., Walau kamu ngga makan, ngga
akan membantu Kak Anton cepet pulih. Yang ada malah tambah jadi dua
pasien nantinya.". satu potong roti Cukup mengganjal perut untuk
beberapa menit.
***
Sekolah
kerja, sekolah kerja, sekolah kerja. Sudah 2 bulan Fadil melakukan hal
seperti itu. walaupun gaji yang fadil terima tidak sama dengan gaji kak
Anton biasanya, tapi fadil hanya bisa menerima . Ingin protes..?? itu
tidak mungkin. Manajer Platinum Eat's Resto juga menjelaskan kalau fadil
tidak cekatan seperti kakaknya.
Manajer Platinum Eat's Resto memberikan gaji pertama untuk fadil.
“gaji
kamu tidak sama dengan kakak kamu, kamu pasti tau sendiri kenapa saya
melakukan itu. walaupun saya tau kamu bekerja sangat giat, tapi
pekerjaan kamu tidak bisa dibandingkan dengan pegawai lain. Jika saya
memberikan kamu jumlah gaji yang sama dengan pegawai lain, pasti akan
ada kecemburuan. Lagipula kamu bekerja tidak sebaik kakak kamu. Mungkin
jika kamu bisa membagi waktu, akan saya pertimbangkan lagi” jelas si
manager. Fadil hanya mengangguk lesu.
***
Dilihatnya
orang yang sangat dia sayangi terbaring lemas di tempat tidur. Fadil
duduk disamping kak Anton yang sedang tertidur lelap. Sudah satu bulan
kakaknya pindah keruang perawatan, sebelumnya Anton terbaring di ruang
ICU. Tapi amat sangat mahal satu malam diruangan itu, melebihi hotel
bintang lima saja.
Kondisi Anton mulai membaik, dokter
juga menyarankan untuk pindah ke ruang perawatan saja. Suster salsa
menjelaskan kelas VIP, 1, 2 atau 3.
“Untuk VIP hanya satu
pasien, kelas 1 ada 2 pasien, kelas 2 ada 4 pasien, dan kelas 3 ada 6
pasien. Setiap kamar pasti beda biaya dan fasilitas didalamnya. Kelas 3
memang paling murah, tapi tentu kenyamanan dan kondisi kakak kamu mudah
terganggu.”
“tapi saya tau kondisi keuangan kamu, kelas 3
juga tidak masalah, ada saya dan suster-suster lain yang siap membantu”
jelas suster salsa tersenyum manis. Fadil sedikit lega karena suster
salsa bersedia membantu orang yang tingkat ekonomi dibawah standar,
seperti fadil.
“kami dituntut untuk tidak membeda-bedakan
pasien, mau kaya atau miskin sama saja. Makhluk ciptaan Allah kan..??
setiap orang berhak hidup, dan hanya Allah yang berhak membawa mereka
pulang, sudahlah Fadil, kamu tenang saja” lagi-lagi suster salsa
tersenyum manis. Sepertinya suster salsa bisa membaca pikiran orang.
“Dokter
dan perawat disini akan berusaha semaksimal mungkin demi kesembuhan
kakak kamu, yang perlu kamu lakukan hanya berdo’a dan terus berikan
semangat untuk kakak kamu” suster salsa mengusap ubun-ubun rambut fadil,
fadil memandang suster salsa. Terlihat pancaran ketulusan di mata
suster itu. entah mengapa fadil merasa jiwa kak Anton telah berpindah ke
suster salsa.
***
Dilihatnya pasien lain telah tertidur lelap, sama halnya dengan kak Anton.
Fadil
membentangkan tikar berukuran mini dibawah tempat tidur kakaknya.
Ruangan yang cukup sempit untuk 6 orang pasien, cukup menyesesakkan.
***
Matahari
pagi bersinar kuning keemasan. Langit biru cerah. Angin berhembus
sejuk. Tidak panas, juga tidak dingin. Fadil membuka matanya perlahan,
membereskan semuanya hingga tertata rapi. Dia lihat kakaknya sebentar
dan tersenyum miris.
“cepat sembuh kak” fadil mengecup
kening kakaknya. Perlahan Anton membuka matanya, yang dia lihat pertama
kali adalah wajah malaikat yaitu adiknya sendiri. Anton merasa sangat
beruntung mempunyai adik seperti fadil. Tapi terkadang Anton merasa
kalau dirinya seperti belenggu yang terus saja membuat Fadil merasa
kesusahan.
Mungkin sudah berjuta uang yang dihabiskan
untuk menyambung hidupnya. Anton seakan ingin menyerah, tapi saat dia
melihat kegigihan dan kasih sayang yang diberikan adiknya, Anton hanya
bisa menangis bersyukur dan terus berdo’a agar Allah memberikan
kesehatan untuk adiknya dan dia.
“ehhh maaf yah kak klo
Adil bikin kakak kebangun” anton hanya menggeleng. Entah kenapa pita
suaranya sangat susah untuk digerakkan pagi ini.
“kakak
mau minum..??” Anton mengangguk. Diminumnya seteguk, dua teguk. Anton
kemudian tersenyum manis. Fadil merasa senang bisa melihat senyum
kakaknya yang manis itu lagi.
“minum obat jangan lupa yah
kak, Adil pulang dulu, seminggu ini Adil sekolah pagi, jadi kakak jangan
bandel, dengerin apa kata dokter dan suster disini yah..??”
“kamu
tenang aja dil, ada suster salsa disini yang siap menggantikan posisi
kamu” Fadil tersenyum, sama halnya dengan Anton yang ikut tersenyum.
Rumah
sakit yang awalnya dia anggap seperti neraka itu, kini perlahan berubah
menjadi rumah ketiga baginya. Rumah pertama adalah surga tempat dimana
dia, adiknya dan kedua orangtua mereka bersama. Rumah kedua adalah
tempat dia dan adiknya bertarung hidup dan mati.“ternyata hanya dilihat
luar saja yang menyeramkan, dalamnya lumayan menyejukkan” Pikir Anton.
***
Kini
didalam ruangan itu hanya ada Anton dan beberapa pasien lain. Anton
merasa bosan, dilihatnya pasien lain yang masih terlelap tidur. Pada
saat jam sudah menunjukkan siang mereka masih tidur, mungkin pengaruh
obat. Dilirik pasien yang bersebrangan tempat tidur dengannya, sedang
membuka bungkusan coklat. Sepertinya dia sedang kesusahan.
“perlu aku bantu…??” tawar Anton.
“ohhh,, boleh boleh.. dengan senang hati” pasien itu tersenyum tipis dan memberikan bungkusan coklat “Tobleron” kepada Anton.
“kalau
kamu mau, silahkan diambil juga tidak masalah, sebagai ucapan terima
kasih aku” suruh pasien yang baru saja menjadi teman akrab Anton.
Sebenarnya Anton sangat ingin makan coklat. Tau sendiri, coklat cemilan
favoritnya. Tapi dokter dan suster melarang. “kalau sepotong gak masalah
kali yah” Pikir Anton.
“Terima kasih” Anton tersenyum
tipis dan melahap coklat yang baru saja dia terima. Anton kembali
teringat kenapa dia bisa amat sangat menyukai coklat. Mungkin karena
novel yang pernah dia baca, yang judulnya “choco love”.
Didalam novel itu menceritakan persamaan coklat dan cinta. Kira-kira ada 7 persamaan.
Yang
pertama “kalau hujan, makan atau minum coklat bisa. Coklat dan cinta
sama-sama menghangatkan, apalagi kalau hujan” iya kan..??
Yang
kedua “Coklat yang baik dan berkualitas pasti punya rasa pahit. Kadang
kepahitan atau penderitaan itu dapat menentukan kualitas dari cinta”
Yang
ketiga “Makan coklat harus sabar, tunggu sampai lumerannya mengalir di
lidah, dalam menghadapi cinta juga gitu. Walaupun sekeras apapun pasti
dia akan meleleh juga”
Yang keempat
“Rasakan & nikmati kelezatan coklat dengan penuh penghayatan.
Nikmati tiap tetesannya di lidah, nikmati setiap tetesan cinta yang ada”
Yang
kelima “coklat itu sifatnya lengket… Hmmm!!! Cinta itu bikin 2 orang
yang merasakannya tidak ingin jauh-jauh, ingin bersama terus”
Yang
keenam “Rasa coklat itu tahan lama di mulut bahkan untuk
menghilangkannya kita harus minum dulu. Coklat juga tahan lama, apalagi
kalo di masukkan ke dalam kulkas. Kata orang cinta itu abadi, tahan
lama, tapi kalo tidak di jaga baik-baik bisa abis / basi juga”
Yang
ketujuh “Mmm… ini yang terakhir. Kalo dengar nama coklat, pasti hal
pertama di otak kita manis & mahal. Cinta itu juga sangat manis dan
berharga, jadi tetep harus dijaga”
Sungguh novel
yang menyentuh. Cinta tidak harus dengan pasangan lawan jenis. Cinta
versi Anton sekarang adalah adiknya. Dia ingin cinta untuk Fadil seperti
coklat, yang harus dijaga sampai Allah memanggilnya”
***
Entah
kenapa saat Anton melihat sekeliling ruangan semuanya menjadi double,
bahkan triple, bahkan puluhan. Pandangan mata Anton mendadak kabur.
Pasien yang menjadi teman baru Anton sekaligus orang yang baru saja
memberikan Anton coklat merasa heran dengan tingkah laku Anton. Anton
sibuk mengucek-ngucek matanya.
“matamu perih..??” tanya pasien itu. Anton hanya menggeleng dan terus mengucek, hingga semuanya menjadi hitam.
“heyyy..
heyy kamu baik-baik saja..?? kok malah tidur..??” pasien itu mencoba
bangkit dari tempat tidurnya, mengatur keseimbangan berdiri tepat
disamping tempat tidur Anton.
“heyyy” dia mencoba membangunkan Anton dengan mengguncang tubuh, tapi hasilnya nihil.
“panggil suster saja… cepat… sepertinya dia pingsan atau mungkin koma” pasien lain memberi saran.
“tadi dia baru makan coklat yah..??” pasien yang memberikan coklat mengangguk.
“Damn…. Kamu tidak tau kalau dia dilarang makan coklat dengan dokter..??” pasien yang memberikan coklat menggeleng.
“
coklat akan memperparah penyakit dia.. aaaaaa sial.. aku pikir tadi dia
hanya membantumu membuka bungkus coklat, ternyata dia ikut makan..
heuhh.. sebaiknya kamu cepat panggil suster..”
Pasien yang
memberikan Anton coklat bingung. Bagaimana mungkin dia sampai tidak
tau kalau pasien disebelahnya tidak boleh makan coklat. Heuhh sungguh
sial. Makanan semanis itu juga bisa mematikan buat manusia. ckckck
***
Pasien
yang memberikan Anton coklat kini berdiri di “Nursing Station”.
Keringat dingin bercucuran di kening, leher bahkan seluruh tubuhnya.
“Angga..
ada apa..?? kamu sampai berkeringat seperti ini” suster yang ada
diruangan itu mengalihkan perhatian mereka ke pemuda yang sedang berdiri
di pintu.
Angga adalah salah satu pasien di kamar
kelas 3. Dia di diagnosa dokter mengidap penyakit jantung koroner. Dia
seumuran dengan Anton. Jika dilihat dari postur tubuh mungkin lebih
gemuk angga.
“ituuu.. siapa..?? aduhh saya lupa nama dia suster.. yang tidak boleh makan coklat itu.. siapa..??”
“Antonn.. dia kenapa..??”
“saya
nggak tau kalau dia dilarang dokter makan coklat sus, jadi tadi saya
kasih dia sepotong coklat. Cuma sepotong kok suster” nafas angga masih
tak beraturan. Kini kepalanya terasa pusing dan Dadanya terasa nyeri
seperti ditusuk ribuan jarum. Brukkkkkkkkkkkkk. Dia tertidur dilantai.
Dua
orang suster membawa angga keruang ICU dan dua orang suster lain ke
kamar Anton. Ruangan ICU mendadak ramai karena sebelumnya tidak ada
pasien disana.
***
Elektrokardiograf
atau biasa disebut alat pendeteksi jantung kini terletak disamping
tempat tidur Anton. Alat itu aktif berbunyi. Berbunyi dan terus berbunyi
sesuai dengan irama jantung sang pemilik. Sesekali goresan dilayar alat
itu naik, turun secara tak beraturan. Beberapa tempelan menempel di
dada Anton. Selang infuse ikut terpasangan di tangan kiri, selang
oksigen tertempel dihidung. Tekanan darah dan nadi Anton ikut
terdeteksi di monitor itu.
Wajah yang biasa bersinar kini
berubah pucat. Mata yang bening kini tertutup rapat. Bibir yang biasa
tersenyum kini hanya diam membeku.
Dokter alend terlihat
sibuk dengan stetoskopnya, terkadang dia menggunakan senter kecil untuk
memeriksa keadaan Anton. Suster salsa setia disamping dokter Alend,
sesekali dia mencatat beberapa yang dokter Alend katakan, seperti sebuah
perintah. Tak berapa lama suster salsa mengambil spuit berukuran 5cc
dan mengambil darah segar di vena bagian lengan tangan kanan Anton.
Pemilik tangan tetap diam tak bergeming.
Setelah
memastikan keadaan pasiennya dalam keadaan tidak kritis seperti tadi,
Dokter alend istirahat diruangannya. Pasien yang menjadi
tanggungjawabnya, kini keadaannya semakin memburuk. Entahlah. Dia
bingung apa yang harus dia lakukan. Terlebih, harus memberi kabar untuk
adik Anton. Tentu kabar buruk. Tidak mungkin dia merahasiakan penyakit
Anton, Fadil adalah adik kandung Anton, bahkan keluarga satu-satunya
yang Anton miliki.
***
Fadil
berjalan tergesa-gesa. Setelah dengan susah payah dia meminta izin
pulang cepat dengan manager Platinum Eat's Resto. Sang manager tentu
bertanya alasan Fadil pulang cepat. Fadil menjelaskan kalau kak Anton
masuk ruang ICU dan keadaannya semakin memburuk. Fadil janji akan lembur
untuk mengganti waktu yang dia ambil. Manager tentu merasa iba dan
memberikan izin.
Fadil masuk ruangan dokter Alend tanpa mengetuk pintu.
“ma…..maaf dok” nafas Fadil masih tak beraturan. Dokter Alend diam, memberikan kesempatan Fadil untuk bernafas terlebih dahulu.
Dokter
Alend menyuruh Fadil untuk duduk. Dia terdiam, kemudian menatap Fadil
lekat-lekat. Entah kenapa dia teringat adiknya yang jika masih hidup
pasti sudah sebesar Fadil. Dia mencoba fokus apa yang ada dihadapannya
sekarang. Masa lalu tetaplah masa lalu. Tidak bisa kita berubah atau
kita ulang.
Sebelum berbicara, Dokter Alend mencoba
memberikan kekuatan untuk Fadil. Dia tau kalau yang dia katakan, akan
sangat berat Fadil terima. Dokter Alend menggenggam tangan Fadil. Teraba
dingin karena keringat masih menempel di tangan itu. Fadil tersenyum
dengan apa yang dilakukan dokter Alend. Fadil sudah siap dengan yang dia
dengar nantinya.
“katakan saja dok” fadil fadil mencoba
tersenyum, walau terlihat masam. Senyum yang sungguh tidak enak dilihat.
Dokter Alend mencoba menarik nafas pelan.
“yang akan aku katakan sekarang pasti sangat berat kamu terima, tapi aku yakin kamu anak yang kuat”
“maaf,
kondisi kakak kamu semakin memburuk, sebaiknya dia tetap diruang ICU,
saya takut kalau kakak kamu dipindah keruang perawatan keadaannya tidak
bisa terkontrol selama 24 jam, untuk masalah biaya, saya akan usaha
bantu bicara dengan bagian administrasi agar kamu bisa mencicilnya”
“terima kasih dok”
“boleh
saya tau dok kenapa kakak saya bisa pindah keruang ICU..?? Tadi pagi
kakak saya masih sehat dok terus tiba-tiba malamnya saya mendapat
telepon dari Rumah Sakit” Fadil mencoba untuk kuat, walau batinnya
sendiri seakan ingin menjerit.
“Zat tembaga yang menumpuk
dihati kakak kamu tidak bisa dikeluarkan, akibatnya hatinya mengecil dan
muncul gejala baru. Hati kakak kamu bisa-bisa mengeras, parahnya lagi
hatinya bisa berdarah”
“suster salsa mendapat informasi
kalau tadi siang kakak kamu memakan satu potong coklat, walaupun hanya
satu potong, coklat tetap coklat, zat tembaganya sangat tinggi. Dan obat
yang seharusnya diminum siang ini tidak kakak kamu minum, entahlah saya
bingung apa yang kakak kamu pikirkan”
“ja..jaadi maksud
dokter, kakak saya bisa meninggal..??” fadil tertunduk lesu. Dia mencoba
untuk tidak menangis. Menangis juga tidak ada gunanya. Dokter Alend
sangat prihatin melihat keadaan Fadil. Keringat masih bercucuran di
kening fadil. Wajahnya juga terlihat letih akibat sekolah dan kerja
seharian tergores jelas diwajahnya yang tampan.
“Hidup dan mati manusia ditangan Allah, kami akan mengusahakan yang terbaik”
“apa yang harus saya lakukan dok..??” fadil bingung. Bingung apa yang harus dia lakukan sekarang.
“pemindahan
hati satu-satunya jalan untuk kehidupan kakak kamu.. tapi..” kalimat
dokter Alend menggantung, membuat Fadil merasa geram.
“Asal kakak saya bisa hidup, apapun akan saya lakukan dok, walaupun harus mengorbankan nyawa saya” jelas Fadil lantang.
“Fadil,
kami akan membantu kakak kamu sepenuhnya. Tapi berdasarkan perhitungan,
kira-kira 20% pasien mendapatkan pemindahan hati yang cocok, dan 80%
nya karena tidak berjodoh dengan waktu.. dan..”
“dan apa
dok..?? maksud dokter 80% lagi meninggal..??” dokter Alend hanya
mengangguk. Fadil mencoba kuat-kuat dan kuat. Dia tidak ingin menangis.
Tapi tidak bisa, bagaimana mungkin dia tidak menangis setelah tau
keluarga satu-satunya akan ikut pergi meninggalkan dia.
***
“Ya
Allah… aku mohon dengan sangat, jangan ambil kak Anton. Aku tau kamu
sangat merindukan kakakku, tapi izinkan aku untuk bersama kak Anton
lebih lama…” Fadil duduk di masjid, sambil mengangkat kedua tangan dia
berdo’a. hanya berdo’a yang bisa dia lakukan sekarang.
***
Ruang
ICU terlihat tenang. Hanya ada 2 pasien didalam ruangan itu, dan 3
orang perawat yang berjaga. Ruang ICU adalah ruangan steril, bahkan
pengunjung pasien hanya boleh satu persatu jika ingin melihat dan
memakai pakaian khusus yang sudah terletak didekat pintu masuk ruangan.
Fadil
tidak sanggup masuk kesana. Dia hanya melihat kakaknya dari kaca bening
yang memisahkan kedua kakak beradik ini. baru tadi pagi Fadil merasa
senang karena kakaknya sudah bisa tersenyum walau tidak mengatakan
apapun. Tapi malam ini, jangankan tersenyum, melihat Fadil datang saja
mungkin kak Anton tidak tau.
***
Selang waktu satu minggu, keadaan Anton tidak menunjukkan perubahan yang positif.
Fadil kembali duduk diruangan dokter Alend. Sepertinya ada hal serius yang akan dikatakan dokter Alend.
“Kondisi sekarang sangat darurat, hati kakak kamu sudah rusak total” kata dokter Alend pelan dan dengan nada selembut mungkin.
“maksud dokter..??” fadil bingung. Apa mungkin semuanya akan berakhir sampai disini.
“kalau
tidak mendapatkan hati yang cocok, pasien akan berbahaya. Rumah sakit
akan mencoba mencarikan hati yang cocok untuk kakak kamu. Ku harap kamu
bisa mempersiapkan diri untuk kemungkinan buruk sekalipun” Dokter Alend
menepuk pundak Fadil pelan. Mencoba memberikan dukungan. Walaupun,
jujur dia sangat iba melihat kondisi fadil seperti ini. setiap
penjelasan yang dia keluarkan, Fadil tetap tegar dan tidak menangis. Dia
tau, diluar sana Fadil sedang menjerit menangis.
Created by :
---> Adisti Natalia
---> Thone Arulliant Fathoni
---> Debpi ZulpiaRni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar