Photobucket
PhotobucketPhotobucket

Rabu, 05 Oktober 2011

Gantilah Tangisan itu dengan Senyuman ---> Part 3

“ Saudara Anton ” teriak seorang suster berusaha mengalahkan keramaian suasana di ruang tunggu itu.


Seperti seorang polisi militer yang telah di latih harus disiplin. Anton seketika berdiri mendengar namanya di panggil, di ikuti oleh sang adik selang beberapa detik kemudian.


 “ Adil tunggu aja disini “ ujar Anton ketika melihat adiknya ikut berdiri juga.

“ Nggak, Adil mau ikut masuk, Adil nggak mau di bohongin kakak lagi ” jawab Fadil ketus sambil ngeloyor pergi masuk ke dalam ruangan itu.


Anton hanya menggelengkan kepala dan menyusul sang adik masuk ke dalam.

Ruangan berukuran 6x6 ini di dominasi warna putih dan di penuhi perlengkapan kedokteran dan alat-alat kesehatan lainnya. Ini salah satu ruangan dari banyaknya ruangan yang ada di Rumah sakit umum Graha Medika. Disudut ruangan dua ranjang periksa tertata berderet dan disekat kain gorden yang bisa di geser. Ada 3 tiang infuse berdiri tak berguna di sudut lainnya. Dingin terasa membekukan kulit, 2 AC bekerja sesuai tugasnya di dalam ruangan tersebut.

Suster menyuruh Anton dan Fadil duduk. Di depannya, layaknya meja kerja seorang dokter, semua tertata rapi dan teratur. “ Dr. Lendra Firmansyah ” kata yang tercantum di papan nama yang diletakkan disudut kiri meja, menunjukkan nama identitas si empunya ruang praktek ini

Dari sebuah pintu lain dalam ruangan itu keluar seorang laki-laki memakai jas putih, kacamata persegi bertengger di hidungnya , umurnya mungkin sekitar 35 tahunan, pikir Anton.


“ Selamat siang ” sapa laki-laki itu sambil mengangsurkan tangannya yang langsung di sambut oleh Anton dan Fadil bergiliran.

“ Perkenalkan nama saya Lendra Firmansyah, tapi biasa di panggil Dr. Alend “ sahut laki-laki itu

“ Kalau boleh tahu siapa yang sakit….? “ Tanya nya

“ Kakak saya, Dok “ jawab Fadil menyela Anton yang hendak menjawab pertanyaan itu.

“ Oh, berarti anda yang namanya Anton “ Tanya dokter sambil melirik kearah Anton setelah membaca kertas yang dipegangnya.

" Iya Dok " Jawab Anton

" Ada yang bisa saya bantu..? "

" Ini Dok, beberapa hari ini saya sering jatuh tanpa sebab, terus ada kalanya benda yang saya genggam jatuh gitu aja, padahal tangan saya tidak licin, malah beberapa kali jari jari tangan saya tidak bisa di gerakkan, seperti kaku, Dok " Jelas Anton

" Malah dalam seminggu ini Kakak saya udah 2 kali pingsan. " Tambah Fadil tanpa di minta

" Apa sebelumnya pernah terjadi seperti ini...?? "

" Belum pernah Dok.."

" Sudah berapa lama anda mengalami ini..? " Tanya dokter lagi

" Satu minggu lebih.. "

" Sebelumnya sudah pernah di periksa..?? "

" Sudah dok, saya pergi ke puskesmas, dan dari pihak puskesmas saya di rujuk supaya di periksa di rumah sakit karena peralatan di sana kurang memadai, dan menurut dokter di sana saya mengidap penyakit wilson, tapi saya yakin dokter di puskesmas itu salah. " Jelas Anton panjang lebar.

" Apalagi nama penyakitnya aneh begitu. Saya belum pernah mendenger nama penyakit itu. Jadi saya acuhkan. "

"Ya sudah Saudara Anton bisa mengikuti suster Salsa ke Laboratorium dulu, untuk cek keseluruhan sebagai langkah awal sebelum ke pemeriksaan selanjutnya " suruh dokter Alend


***


Bau khas Rumah sakit lebih menusuk di ruangan ini. Banyak sekali suntikan dan barang-barang yang berbau medis disini. Anton bergedik ngeri. Anton hendak pergi melawan arah dari jalur yang seharusnya. Tapi Fadil langsung menggeret kakaknya dengan paksa.


“Jangan takut kak, rasanya kayak digigit semut kok” Fadil mencoba menenangkan kakaknya. Walaupun sebenernya Fadil juga paling enggan sama hal hal yang berhubungan sama rumah sakit. Tapi ini demi kakak nya.


Anton hanya tersenyum masam.

Hanya 15 menit anton diruangan itu. Dilihat tangannya yang berbalut sedikit kapas yang tertetes sedikit darahnya. Memang seperti digigit semut, tapi ini semut yang sangat mematikan baginya.


" Hasil laboratorium baru keluar 2hari kedepan, nanti dari pihak rumah sakit akan menelepon anda." Ujar suster Salsa

" Baik, terima kasih sus. " jawab Anton. Fadil hanya mengangguk pamit.


Ini kedua kalinya Anton dan Fadil masuk ruangan ini lagi. Baru masuk saja anton sudah merasa tidak betah dan ingin cepat-cepat keluar. Jujur, anton memang takut sama yang namanya rumah sakit apalagi yang berbau suntikan. Tapi sekarang dia sedang berada dirumah sakit dan karena paksaan adiknya, Fadil.

Sebelumnya Anton mendapat telepon dari rumah sakit kalau hasil laboratorium miliknya telah keluar. Dan karena paksaan adiknya pula Anton hari ini cuti bekerja dan kembali kerumah sakit. Anton merasa sangat malas hari ini untuk kerumah sakit. Rumah itu seperti neraka baginya. Tadinya Anton berniat pergi seorang diri ke rumah sakit tapi Fadil memaksa menemaninya, percuma membantah adiknya saat ini. Apalagi yang berhubungan dengan kesehatannya.

Anton dan Fadil duduk di tempat yang sama seperti awal mereka berkunjung ke tempat ini sebelumnya. Dokter Alend duduk di hadapan mereka dan sedang membaca hasil laporan laboratorium miliknya, pikir Anton.


“Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan, mungkin anda terkena sejenis penyakit zat warna keturunan akibatnya tubuh anda tidak mau mencerna zat tembaga, dan zat tembaga yang berlebihan akan menumpuk didalam tubuh dan akibatnya mempengaruhi paru-paru dan otak” Dokter Alend menghentikan penjelasannya sebentar dan menatap Anton. Anton diam, hanya diam yang bisa dilakukannya.

“Kelihatannya sel-sel Tuan Anton sudah merespon penyakit wilson itu, walaupun masih dalam keadaan stadium awal. Tapi akan lebih baik bila Anda segera melakukan perawatan lebih lanjut, kalau tidak kondisi gerakan lamban dan kaku akan semakin parah. Kalau tidak bisa mengontrol zat tembaga dalam tubuh dan kalau sampai luka dalam hati tidak terobati lagi, maka harus dilakukan pemindahan hati”

“Makan dan minum harus diperhatikan, hindari makanan yang mengandung zat tembaga tinggi seperti coklat dan hindari juga makanan dan minuman yang di asamkan” jelas dokter panjang lebar.

“ Tapi dok, ada kemungkinan buat sembuh kan...??? ” tanya Fadil ragu ragu. kepalanya menunduk seperti akan menangis. Takut untuk mendengar jawaban sang dokter.


Melihat adiknya seperti itu membuat Anton terharu. Ingin rasanya memeluk adiknya saat itu juga.


" Kakak akan sehat, Dil. Kakak ngga mau buat Adil kayak gini. kakak janji akan selalu jaga Adil. Kakak sayang Adil. " Batin Anton. Seandainya tidak bisa menahan emosi mungkin air mata menetes di mata Anton saat ini.

“kami akan melakukan perawatan yang terbaik, tapi..??” kalimat Dokter Alend menggantung

"Tapi...? Tapi apa Dok...? " Tanya Fadil cemas. Ini membuat Anton sedikit emosi, karena dokter membuat adiknya khawatir.

“ Dokter hanya perlu katakan, BISA atau TIDAK..??” bentak Anton tiba tiba.


Dokter dan Fadil kaget dengan bentakan Anton barusan.


“Bi..bisa” jawab dokter terbata-bata. Dokter Alend memang sudah terbiasa menghadapi pasien seperti ini, ini lah tugas dokter, sangat berat menurutnya.

“ Kalau anda melakukan apa yang saya suruh dan tidak melakukan yang saya tidak suruh, kemungkinan sembuh selalu ada.”


Fadil sedikit lega mendengar penjelasan dokter. Apapun akan dilakukannya asal Kakaknya bisa sembuh total. Fadil tidak ingin kehilangan orang yang di sayanginya untuk kedua kalinya.

Dokter Alend memanggil suster Salsa dan memberikan secarik kertas. Tak berapa kemudian suster membawa dua toples kecil obat, dan menyerahkannya ke dokter.


" Ini D-penisilamin dan ini trientin hidroklorid. Kedua obat ini akan menyingkirkan timbunan tembaga dari dalam tubuh dengan cara mengikat tembaga dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Minumlah secara teratur, 3x sehari setelah makan. Jangan sampai telat." jelas dokter Alend sambil menyerahkan kedua obat tersebut kepada Anton.

" Obat itu untuk di konsumsi selama satu bulan, kembalilah berobat tiap bulannya untuk melihat perkembangannya." Tambah dokter.

Setelah mengucapkan terima kasih keduanya berlalu meninggalkan ruangan tersebut.


***


Malam ini langit tampak begitu terang. Layaknya panggung theater megah yang di sorot ribuan lampu. Ratu malam pun memancarkan cahayanya yang paling terang ke segala penjuru dunia. Bintang bintang pun tak ingin membuang kesempatan untuk memamerkan pesona cahayanya ke setiap insan di bawahnya. Merekalah lampu sorot panggung dunia yang megah ini, dimana manusialah sebagai aktor dan aktrisnya. Begitu banyak cerita yang berlangsung pada saat bersamaan didunia ini.

Begitu pula dengan dua insan yang sedang duduk berdua diatas sebuah bukit menatap lampu sorot mereka, berdialog membuat sebuah cerita yang mungkin jalan dan alur ceritanya hanya di ketahui oleh mereka berdua.


" Darimana Adil tau tempat ini...?? " tanya Anton

" Dari temen sekolah kak, dulu waktu acara Tahun Baru temen temen Adil ngajak ngumpul disini kak" Jawab Adil

" Bukit Bintang " bisik Fadil lebih ke arah garis khatulistiwa.


Sehabis pulang dari rumah sakit Fadil mengajak Kakaknya jalan jalan. Mumpung masih ada waktu luang yang tersisa. Kapan lagi bisa jalan bareng kakaknya itu. Apalagi kalau udah mulai kerja lagi. Kedua nya punya kesibukan masing masing.


" Suasana nya bagus ya Dil, lampu lampu di kota pun terlihat semua disini. Seperti kita yang berada di langit. " Sahut Anton sambil merebahkan tubuhnya telentang

" Iya kak "


Lama terdiam. Kedua nya terpaku menatap langit.


" Adil seneng kak, bisa berdua disini sama kakak. Udah lama kakak ngga ngajak Adil jalan dan nongkrong kayak gini semenjak mama papa meninggal. " ujar Adil memecahkan kesunyian

" Adil kangen jalan bareng mama papa, kangen makan bareng, nonton bareng, becanda bareng " Ujarnya sambil duduk memeluk kaki dan menatap kosong ke angkasa.


Anton terduduk dari tidurnya menatap iba adiknya. Fadil pun menoleh dan menatap kakaknya sepintas lalu menatap langit lagi.


" Mama dan papa pasti bahagia disana. " ujar fadil sambil menunjuk kearah langit yang luas ke arah bintang yang paling terang.


Anton membelai rambut adiknya. Dan Fadil pun menyenderkan kepala di bahu kakaknya itu.


" Kakak juga kangen sama mama papa. Kakak sayang mereka. Dan saat ini orang yang paling kakak sayang adalah adik kakak yang paling jelek ini. " ujar Anton sambil tersenyum. Berusaha menghibur adiknya itu. Tapi miris hatinya mendengar kata kata adiknya itu.


Adil hanya mencibir.


" Pulang yuk.. Sekalian cari makan!! " Ajak Anton tersenyum

" Kita makan diluar aja ya. " tambah nya lagi


***


" Kakaaaaaaaaaaaaaaaaaak...jangan lupa minum obat nya." teriak Fadil sebelum dia pergi sekolah

" Iya cerewet, udah kaya alarm aja teriak teriak. " jawab Anton sekenanya dari kamar mandi.

" Ya udah Adil pergi sekolah dulu ya Kak. "

" Iya, Hati hati di jalan Dil. "


Selesai mandi Anton membereskan tempat tinggalnya itu. Tempat yang menjadi naungannya dari panas, hujan, siang dan malam. Walau tidak begitu besar tapi kontrakannya inilah yang menjadi saksi bisu kehidupan Anton dan Fadil selama 6 bulan terakhir ini.

Saat detik jam menunjukkan pukul 2, Anton menghentikan kegiatan nya itu dan bersiap siap untuk bekerja. Selama 1 minggu ini Anton sudah 2x izin tidak kerja. Untung Manager Tempat Anton bekerja bisa memaklumi keadaannya. Makanya hari ini Anton tidak ingin terlambat. Pukul 3 kurang Anton sampai ke tempat kerjanya, jalanan hari ini tidak terlalu padat, membuat perjalanannya lebih singkat dari biasanya.

Anton berganti pakaian di ruang ganti.


" Kamu sudah sehat, Ton " tanya seseorang yang memakai baju pelayan

" Iya, kemarin cuma cek biasa aja."

" Baguslah, jaga kesehatan makanya " sahut teman nya yang satu lagi.


Anton hanya tersenyum.


" Ayo kalo gitu, banyak barang yang harus di angkut. " teman yang pertama menyapa Anton memberitahu mereka.

" Barang apa...?? " tanya Anton bingung

" Ya bahan bahan makanan lah, mau apalagi..?? Baru 2hari cuti ngedadak pikun ya..?? " Ujar teman nya sambil menggeleng gelengkan kepalanya.

Anton dan teman nya yang satu lagi hanya terkekeh.


***


Hari dimana Anton pertama kali bekerja setelah mendapat hasil laboratorium berlalu tanpa ada kejadian yang aneh. Begitu pula 3 minggu berikutnya semua berjalan normal. Hingga suatu hari, kejadian yang tak terduga terjadi di kontrakan tempat Anton dan Fadil tinggal.


" Kakak..Kakak kenapa..? " Tanya Fadil yang terbangun dari tidurnya

" Mimpi buruk lagi..?? "

Anton menatap adiknya. Merasa bersalah membuat adiknya terbangun. Lalu menggelengkan kepala.

" Ng...Ngga apa apa, Dil. Cu...cuma kedinginan aja. " jawab Anton Gemetaran. Dan berusaha memaksakan senyuman di wajahnya yang berkeringat.


Fadil pun menyelimuti kakaknya. Dan mengambil handuk kecil lalu mengusap keringat diwajah kakak nya itu. Fadil pun memeluk kakaknya. Menatap kakaknya.


" Masih dingin kak..? " tanya Fadil tak penting. Padahal dia tau sebenernya Kakak nya itu masih gemetaran, terasa saat memeluknya.


Tiba tiba Anton menyentakkan tubuhnya berusaha berdiri dari tempat tidurnya hendak menuju kamar mandi. Tapi tubuhnya seperti tidak memiliki tulang, bukannya berdiri alhasil malah terjatuh tak berdaya. Tubuhnya terasa begitu letih. Setelah jatuh Anton muntah muntah tak karuan. Hampir ruangan itu banjir oleh muntahan Anton.


" Kakaaaaaak " teriak Fadil berlari ke arah kakaknya, berusaha menggendong dan memindahkan kakaknya kembali ke atas tempat tidur. Air mata meleleh di sudut matanya. Di saat seperti ini semuanya terasa berat, tubuh kakaknya lebih berat dari perkiraannya. Dengan susah payah Fadil mengangkat tubuh kakaknya itu. Lagi lagi kakaknya muntah. Air mata itu tidak lagi meleleh seperti es melainkan mencair, menjebol bendungannya tanpa belas kasih.

" Kakak kenapa jadi begini...?? Apa yang kakak lakuin...? " ujar Fadil lebih kepada dirinya sendiri.


Saat hampir seluruh tubuh Anton terbaring di kasur. Anton tersentak dan memuntahkan kembali isi perutnya, hingga mengotori baju adiknya.


" Kakak bodoh..Kakak ngga sayang Adil..Apa Kakak ngga minum obatnya..Kenapa kakak lakuin ini sama Adil. " sahut fadil di sela sela tangisnya sambil berusaha mengangkat sisa tubuh kakaknya.

Setelah di kasur pun Anton masih muntah dengan kondisi badan nya masih gemetaran.

" Udah kayak gini Adil juga yang bingung..Katanya kakak sayang Adil..bakal ngejaga Adil..Tapi kenapa malah gini. " Isaknya.


Fadil pun membersihkan muntah di tubuh kakaknya. Tiba tiba badan kakaknya menghentak. satu kali. dua kali. tiga kali. kali berikutnya Anton mengejang tak karuan, keringat kembali membasahi wajah kakak nya. Akhirnya Fadil menyerah, dia harus menghubungi rumah sakit. Fadil mencari handphone pemberian kakaknya. Walau handphone murah tapi sangat membantu di saat genting seperti ini. Fadil mengambil handphone nya lalu memijit no rumah sakit Graha Medika.


" Maaf pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini, silahkan... Tut"

" Arrrgghhh" dilemparnya handphone miliknya itu ke kasur sebelah kakaknya.


Tak berapa lama Fadil kembali mengambil handphone nya, lalu sibuk berkutat dengan tombol tombol di handphone.



***


Dua bangku panjang dipasang berderet tiap 10 meter. Lampu lampu neon menyala temaram di sepanjang lorong itu. Fadil duduk gelisah di bangku panjang itu di temani seorang gadis yang telah setia menjadi sahabatnya selama hampir kurang lebih 10tahun.


" Nih.. " Ujar vyone sambil memberikan minuman kaleng, snack dan roti bakar yang tadi dibelinya diluar.


Fadil hanya menggeleng. Padahal perutnya berteriak teriak minta di isi ulang.


" Makan dulu...., Walau kamu ngga makan, ngga akan membantu Kak Anton cepet pulih. Yang ada malah tambah jadi dua pasien nantinya."


Setelah dipikir pikir bener juga kata Vyone. Akhirnya Fadil mengambil roti bakarnya lalu melahapnya. Menguyahnya sambil termenung. Lalu menelan hasil kunyahannya. Melahapnya lagi, mengunyah dan termenung lalu menelannya lagi. Vyone hanya menggeleng melihat teman nya itu.


" Maafkan Adil yah Vyo, Adil ngerepotin kamu terus. Tadi yang kepikir sama Adil buat telpon ke rumah sakit cuma kamu. Makanya Adil sms kamu. Mau sms temen yang lain takut bener bener ngerepotin." Sahut Fadil sambil terus menghajar roti bakar yang dipegangnya.

" Akh sudahlah, kaya ke siapa aja. Selama Aku bisa bantu kamu kenapa ngga..? "


Pintu ruangan di sebrang mereka terbuka. Seorang dokter keluar dari ruangan tersebut lalu tersenyum kepada mereka. Dokter yang telah dikenal baik oleh Fadil. Dokter Alend. Fadil langsung berdiri dan menghampiri dokter.


" Gimana keadaan Kakak saya dok...?? "

" Sebaiknya kita bicara di kantor saya. " jawab dokter Alend


Di ruang kantor dokter Alend.


" Silahkan duduk. "

" Terima kasih " jawab kedua anak muda itu

" Pacar kamu..?? " tanya dokter sambil melirik ke arah Vyone


Pipi keduanya merah.


" Eh...eeerrrrggh....bu..bukan....dia temen sekolah saya sejak masih SD " sahut Fadil gelagapan.


Dokter hanya tersenyum melihat tingkah keduanya.


" Jadi apa sebenernya yang terjadi sama Kakak saya dok...?? "

" Berdasarkan pemeriksaan tadi, Penyakit yang diderita Kakak kamu telah masuk stadium lanjut dan kalau tidak dilakukan pengobatan akan berakibat stadium akhir, kalau sudah stadium akhir hanya satu jalan yang bisa dilakukan. Sepertinya Kakak kamu tidak meminum obatnya secara teratur. Atau mungkin Kakak kamu melanggar perintah saya untuk tidak memakan coklat atau makanan yang di asamkan." jawab dokter panjang lebar


Fadil terdiam. Membisu mendengar apa yang barusan di katakan dokter.


" Tapi saya yakin kakak minum obat teratur. Saya sering mengingatkannya. "

" Mungkin kamu mengingatkannya saat berada sama kamu. Belum tentu saat diluar. Mungkin juga Kakak kamu diam diam suka makan coklat atau youghurt. "


Terdiam.


" Coklat emang makanan kesukaan Kakak. "

" Itulah. Kita ngga tau apa yang diperbuat Kakak kamu diluaran. Jadi mau tidak mau kakak kamu harus di rawat disini sampai kesehatannya kembali normal. Oleh karena itu ada baiknya kamu segera registrasi dan menyelesaikan administrasinya. "

" Apa ngga ngga bisa dirawat dirumah saja dok...??? Maksud saya... " Kata katanya terpotong, Fadil menunduk lesu. Air mata menetes.

" Biaya perawatan rumah sakit bisa dibilang sangat mahal dok. Apalagi saya belum bekerja. Biaya sekolah saya saja masih tergantung sama Kakak. Saya dapat uang darimana dok..? Saya bingung... Tapi saya ngga mau kehilangan Kakak saya satu satunya. Kakak yang telah menjadi orang tua saya. Saya ngga mau kehilangan orang yang saya sayang buat kedua kalinya." Cerocos Fadil

" Ini yang terbaik buat Kakak kamu. Saya tidak yakin kalau dirawat dirumah bisa memulihkan kesehatanya. Setidaknya dirawat disini bisa terkontrol jika terjadi sesuatu dengan Kakakmu. "

" Kalau begitu beri saya waktu. Saya janji akan saya selesaikan administrasi secepatnya. Tapi tolong rawatlah dulu Kakak saya dan berikan pelayanan yang terbaik. Tolonglah saya dok..!" Isak Fadil sambil menggenggam tangan sang dokter.


Melihat ini membuat Vyone terharu. Matanya berkaca kaca melihat Fadil seperti ini. Ingin rasanya membantu, tapi apa dayanya. Biaya rumah sakit itu pasti sangat mahal. Bisa berpuluh puluh kali lipat dari uang jajannya yang diberi orang tuanya. Sedih dan menyayat hati melihat teman sendiri sedang dalam kesulitan.


" Tolong bantu saya dok...Bantu saya.." Lirih Fadil


Merasa tergugah hati nuraninya.


" Sebenarnya ini bukan wewenang saya kalau hal administrasi. Tapi saya akan coba bantu. Saya akan bilang ke bagian administrasi soal penangguhan biaya untuk saudara Anton. Tapi kamu juga berusaha buat melunasi semua administrasinya secepatnya. " ujar dokter

" Terima kasih dok. " sambil masih terisak.

" Baiklah. Sebaiknya kamu pulang. Istirahatlah dan jaga kesehatan."

" Iya terima kasih dok. Tapi Saya ingin melihat Kakak saya dulu sebentar "


Dokter hanya mengangguk menjawab pertanyaan Fadil.

Hanya dari kaca pintu Fadil melihat sang Kakak. Masker bening oksigen menempel di wajah Kakaknya. Selang infuse terpasang di lengannya. Indikator detak jantung di jepit di jarinya. Selain memandang, Air mata pun mengalir tak terasa di wajah Fadil.


" Kakak.." Lirihnya sambil menempelkan tanganya ke kaca pintu.

" Udah yuk. Kita pulang dulu. Jangan khawatir soal Kak Anton, Kak Anton disini sudah ada yang merawat. " Ajak Vyone.


***


" Nama saya Fadil, pak. Saya adiknya Anton. Kebetulan Kakak saya sedang dirawat di rumah sakit. Maksud kedatangan saya... " Fadil menghentikan kalimatnya lalu menghela napasnya.

" Kalau diperbolehkan, selama kakak saya belum sembuh, mungkin saya bisa menggantikan tugas kakak saya disini. " Lanjutnya


Sehari setelah Kakaknya di rawat. Fadil berada diruang Manager tempat Kakaknya bekerja. Ini pertama kalinya Fadil ke tempat kerja kakaknya. Fadil terlalu sibuk dengan sekolahnya sehingga ia tak pernah punya waktu untuk mengetahui tempat kerja kakaknya. Sebenarnya Fadil tau tapi belum pernah berkunjung ke sini. Saat pertama kali datang Fadil tercengang dengan keadaan tempat kerja kakak nya ini. Suasananya lebih seperti sebuah istana bukan sebuah restoran.

Tapi itu tidak penting, yang penting sekarang, Fadil harus bekerja untuk membiayai perawatan rumah sakit kakaknya. Fadil tidak tau harus cari uang kemana. Seandainya bekerja, statusnya masih pelajar. Mana ada perusahaan yang mau nerima pegawai yang masih sekolah. Kalau harus berhenti sekolah, itu ngga mungkin, Fadil ngga mau ngecewain Kakaknya. Satu satunya cara mencoba menggantikan posisi Kakaknya dulu di tempat ini. Tapi semua nya tergantung laki - laki 40 tahunan yang ada di depannya ini.


" Tugas Kakakmu disini cukup berat. Dan Anton termasuk orang yang rajin, ulet dan telaten buat saya. Saya tidak yakin kamu bisa mengerjakan tugas Kakakmu disini dengan baik. Tapi saya tidak mungkin membuat lowongan pekerjaan mendadak. Jadi mungkin saya bisa terima kamu buat gantiin Kakak kamu. " jawab si manager

" Beneran Pak, " seru Fadil bersemangat

" Saya akan bekerja sebaik Kakak saya, percayalah Pak. "

" Baik saya percaya, kamu boleh bekerja mulai hari ini saja. Ganti baju kamu, kamu bisa pake seragam dari loker Kakak kamu."

" Baik " Jawab Fadil


Akhirnya Fadil bekerja di tempat kerja Kakaknya, Platinum Eat's Resto. Untung Sekolahnya sekarang tidak di gilir seminggu pagi seminggu siang. Gedung baru sekolah nya sudah Selesai di bangun. Jadi pekerjaan Fadil tidak akan mengganggu kegiatan sekolahnya di pagi hari. Fadil bersyukur, di saat seperti ini, Fadil di beri jalan oleh Allah untuk menghadapi cobaan - Nya.

Seminggu berlalu. Kondisi Kakaknya masih belum pulih. Menurut dokter tidak ada kejadian yang mengejutkan hanya saja Kakaknya memang belum siuman, tapi tekanan darah dan detak jantung nya normal. Setiap pulang sekolah Fadil selalu menyempatkan diri menemani Kakaknya lalu berangkat kerja.

Rasa lelah yang di dapat Fadil, tidak menyurutkan tekadnya untuk tetap bekerja dan tetap bertahan hidup. Ini demi Kakaknya. Mungkin ini juga yang di rasakan Kakaknya dulu. Pikir Fadil.


Created by :

---> Adisti Natalia
---> Thone Arulliant Fathoni
---> Debpi ZulpiaRni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar