Photobucket
PhotobucketPhotobucket

Rabu, 05 Oktober 2011

Gantilah Tangisan itu dengan Senyuman ---> Part 2

PRANGGG...

"kak, kakak nggak pa pa?" tanya fadil khawatir, sementara sang kakak hanya terdiam sambil menatap ke dua tangannya.

'kenapa dengan tanganku akhir akhir ini? Kenapa tanganku sulit di gerakkan?' batin anton bingung.

"kak, kok diam? Kakak nggak pa pa kan?" merasa tak di tanggapi fadil pun mengulang pertanyaannya lagi.

Anton tersenyum lalu menggeleng pelan.

"kakak nggak pa pa kok dil. Tadi tangan kakak licin jadi deh piringnya jatuh." ujarnya.

"oh.. Adil kira kenapa.. Lain kali hati hati donk kak. Bisa abis piring kita kalo kakak pecahin terus."

"ia adiku yang bawel."


***

"dil, kakak berangkat dulu ya?" pamit anton kepada adik satu satunya itu. Anton pun segera memakai sepatunya, tergesa gesa ia berlari keluar rumah.

"pelan pelan kali kak. Masih jam 2 ini." ujar fadil. Ia pun menggelengkan kepalanya dan hendak masuk ke dalam rumah kontrakannya.

Bukk..

Baru saja fadil melangkah masuk ia seperti mendengar ada sebuah benda terjatuh. Ia pun membalikkan badannya dan astaga ia melihat kakaknya jatuh dengan posisi telungkup.

"kak anton." teriak fadil, ia pun segera berlari menghampiri sang kakak.

"kok bisa jatuh kak?" tanya fadil khawatir, segera fadil membantu sang kakak untuk berdiri.

"ke sandung tadi kakak." jawabnya.

"ada yang luka? Kalo ada, adil obatin dulu sini."

"nggak kok. Nggak pa pa. Kakak berangkat ya?" ucap anton, ia pun berlalu dari hadapan fadil. Sementara sang adik terus menatap punggung sang kakak sampai ia tak dapat melihatnya. Entah mengapa perasaan Fadil menjadi gelisah.

***

Fadil berjalan mondar mandir tak karuan, keluar rumah, masuk lagi, keluar lagi, dan masuk lagi. Entah sudah berapa kali Fadil melakukan itu.

"kakak kemana sih? Kok jam segini belum pulang?" di liriknya jam usang itu.

"kakakkan pulang jam 11, ini sudah hampir jam 1, tapi kenapa kakak belum sampai?" batinnya bingung.


Krekk...

Pintu rumah tua itu berdecit, menandakan bahwa ada seseorang yang membukanya.

"kakak, kemana aja? Kenapa baru pulang? Adil cemas tau nunggu kakak!" semprot Fadil, ketika ia melihat sang kakak masuk ke dalam rumah kontrakan itu.

"tadi kakak..."

Blukk...

Belum selesai Anton menjelaskan kepada sang adik, ia sudah terkulai tak berdaya di lantai rumah kontrakannya.

"kak, kakak kenapa? Kak bangun kak. Bangun!" teriak Fadil, sembari menggoyang goyangkan tubuh sang kakak. Tak ada reaksi dari Anton, ia tetap terkulai disana.

Dengan susah payah Fadil memapah tubuh sang kakak, lalu di baringkan tubuh sang kakak di atas tempat tidur.

***

Pemuda itu menggeliat, perlahan lahan matanya terbuka, silau ya itu yang di rasakannya sekarang. Ia melirik adiknya yang berada tepat di sampingnya, pemuda itu tersenyum.

"dil..." sapanya pelan, sang adik yang sedang tertidur dalam posisi dudukpun terbangun mendengar suara itu.

"kenapa tidur di kursi?" tanya pemuda itu bingung.

"kakak kemarin malam pingsan, adil takut kakak kenapa kenapa, makanya dari semalam adil jagain kakak." jelas Fadil, terlihat sekali raut kekhawatiran di sana.

"maafin kakak ya dil." ujar anton.

"maaf buat apa? Adil yang harusnya minta maaf, gara gara membiayai sekolah adil, kakak jadi pingsan gini. Kakak pasti kecapean kan?"

"kakak nggak pa pa kok. Kemarin emang banyak banget kerjaan, jadi gitu deh. Udah adil jangan pikirin kakak. Impian kakak tuh cuman satu, pingin lihat adik kakak ini jadi orang sukses." kata anton lembut, di belainya rambut sang adik.

"kok adil nangis?" tanyanya heran.

"kakak janji ya, jangan tinggalin adil kayak mama dan papa." isak fadil. Anton segera bangkit dari kasur dan memeluk fadil erat.

"kakak janji." ujarnya mantap.


***

Hari demi hari berlalu, entah mengapa belakangan ini kondisi kesehatan Anton kian menurun. Ia sering terlihat pucat, tak jarang pula ia menjatuhkan sebuah benda ia pegang, atau ia terjatuh tanpa sebab yang pasti.


"kakak lihat lihat Fadil gambar apa?" ujar fadil gembira, dengan bangga ia menunjukkan hasil karyanya sendiri. Anton memandang kertas itu, aneh anton hanya melihat sebuah bayangan yang tak jelas. Ia pejamkan matanya dan membukanya perlahan, berharap itu dapat mengembalikan pengelihatannya.

"baguskan kak?" tanya fadil.

"eh ia dil bagus bagus. Kamu berbakat juga ternyata." jawab anton berbohong, ya sejujurnya ia tak tau gambar apa itu. Fadil mengerutkan keningnya bingung.

'apa yang bagus? Itukan cuman gambar asal asalan. Yang tak jelas membentuk apa.' ujar fadil dalam hati.

"kak.." panggil Fadil pelan.

"kenapa dek?"

"kita ke dokter yuk kak?"

"ke dokter? Siapa yang sakit dil?" tanya anton bingung.

"akhir akhir ini kakak aneh, kakak sering jatuh, wajah kakak pucat pasi, bukan cuman itu dalam seminggu ini kakak udah dua kali pingsan." jelas fadil panjang.

"kakak cuman ke capean kok. Istirahat sebentar juga sembuh." tolak anton, ia tersenyum, menyakinkan adiknya.

"beneran?" anton hanya menjawab dengan sebuah anggukkan.


***

"Fadil nggak mau tau, pokoknya kakak harus ke dokter! Harus!" perintah fadil tegas.
"apaan sh dil? Ngapain ke dokter? Kakak itu nggak kenapa kenapa, jadi buat apa ke dokter? Buang buang duit tau." tolak anton tak kalah tegasnya.

"nggak kenapa kenapa gimana? Liat tuh wajah kakak pucet kayak gitu."

"kalo kakak bilang nggak ya nggak. Ini tubuh kakak, kakak yang paling tau!" bentak anton akhirnya, entah kenapa ia takut sangat takut malah untuk memeriksakan kesehatannya.

"terserah kakak. Adil nggak peduli!" ujar fadil, ia pun langsung keluar dari rumah itu, meninggalkan sang kakak sendirian.

"maafin kakak dil. Kakak cuman nggak mau kalau nantinya kakak cuman jadi beban buat kamu."


***

"jadi kak Anton sakit?" tanya seorang gadis manis itu kepada fadil. Ketika fadil telah selesei menceritakan kondisi sang kakak kepada gadis manis itu. Fadil mengangguk pelan.

"aku udah nyuruh kakak ke dokter tapi dia nggak mau." curhat Fadil pelan. Tatapannya kosong menatap ke depan.

"sifat kak anton sama kayak kamu ya?" ujar gadis itu sambil tersenyum.

"kok sama kayak aku?"

"ia sama sama keras kepala, sama sama takut sama dokter." jawabnya lagi, gadis itu kini berdiri di depan fadil.

"adil harus bisa bujuk kak anton periksa ke dokter! Harus!" ujarnya sambil tersenyum.

"caranya?"

"terserah fadil lah.. Vyone yakin fadil tau cara yang terbaik." jawab vyone sambil tersenyum manis.

"tapi..."

"udah nggak ada tapi tapian, sekarang adil pulang terus bujuk kak anton!" perintah vyone sambil menarik tangan fadil dan mendorong tubuh fadil pelan.

"dah..." gadis itupun melambaikan tangannya, begitu pula dengan fadil.


***

"kak, fadil pulang.. Kakak.." panggil fadil keras. Tak ada sahutan dari sang kakak.

"aissh kakak kemana sh?" tanyanya bingung.

"aku kan sudah melarangnya kerja hari ini." lanjutnya lagi.


Malam kian larut, suara suara dari jangkrik kian lama kian jelas. Fadil sedang duduk di sofa tuanya.

"awas aja kalo kakak pulang, abis dia sama aku!" ujarnya kesal.

Krekk...
Pintu itu pun terbuka, dengan segera fadil berdiri menghampiri seorang pemuda yang tak lain adalah kakaknya.

"kakak kemana aja sh?" tanyanya gemas.

"kerjalah dil. Kemana lagi?" jawab sang kakak sekenannya.

"adil kan udah larang kakak kerja hari ini, kakak tuh lagi sakit kak, istirahat dulu kak sehari aja nggak ada salahnya kan?" cerocos fadil. Anton tersenyum.

"kalo kakak nggak kerja, kakak bisa di pecat, baru juga sebulan lebih kerja, eh udah nggak masuk." ujarnya.

"kak, besok pagi kakak harus ke dokter! Adil nggak mau tau."

"kakakkan udah bilang kakak nggak pa pa. Kakak sehat sehat aja kok."

"nggak adil ngak mau tau besok kakak harus ke dokter!" kali ini nada bicara adil meninggi.

"tapi dil.."

"kalau kakak nggak mau ke dokter, adil nggak mau ngomong lagi sama kakak!" ujarnya, setelah mengatakan itu ia pun berlari, membanting tubuhnya ke atas kasur dan menutup wajahnya dengan bantal.

"adil jangan kayak gini donk.. Jangan kayak anak kecil katanya udah gede?" bujuk anton pelan. Tak ada tanggapan dari sang adik sama sekali, anton pun menghela nafas perlahan. Sepertinya ia harus mengalah kali ini.

"yaudah besok kakak periksa deh." ujarnya pada akhirnya, fadil pun langsung bangkit dan memeluk kakaknya erat.

"maafin adil ya kak? Adil nggak ada maksud maksa kakak, adil cuman takut kakak kenapa kenapa." ucapnya.

"ia kakak ngerti kok. Tapi kita ke puskesmas aja ya? Kalau ke rumah sakit kan mahal." Fadil pun mengganguk menyetujui permintaan sang kakak.

***


"...dari cerita anda sepertinya itu merupakan gejala gejala penyakit wilson."

"..penyakit ini merupakan penyakit yang terletak pada hati, dimana hati itu terlalu banyak mengandung zat tembaga..."

"...tapi ini hanya diagnosa sementara. Untuk memastikannya, anda dapat memeriksakannya di Rumah Sakit. Karena alat alat disini terbatas."

Kata kata itu selalu berputar putar di kepalanya.

"argghhh..." pemuda itu meraung, ia tak percaya apa yang di katakan dokter di puskesmas tadi.

***

"kak... Fadil pulang..." teriak sang adik, Anton yang mendengar suara Fadil pun langsung berdiri dan merapikan rambutnya yang berantakan itu.

"gimana kak? Udah periksa?" tanya fadil. Anton pun mengangguk.

"terus apa kata dokter?"

"ya seperti kakak bilang, kakak tuh cuman ke capean istirahat sehari ampe 2 hari juga sembuh kok." jelas anton berbohong. Kening Fadilpun mengkerut, ia menatap mata kakaknya dalam, mencari sebuah kebenaran disana. "beneran cuman itu?" tanyanya menyakinkan, sang kakak hanya menunduk, ia bingung harus menjawab apa. Ia tak ingin membohongi adiknya tapi ia juga tak ingin melihat sang adik mencemaskan kondisinya.

"ia, ngapain juga kakak bohong?"

"udah gih cuci kaki sama ganti baju gih sana. Habis itu makan." lanjutnya lagi.

"ia kak..."


***


Berhari hari kini berlalu dengan cepat, namun hingga sekarang Anton tak menunjukkan bahwa kondisi kesehatannya itu baik. Justru sebaliknya, Anton sering terlihat pucat, berulang kali ia jatuh begitu saja, atau jari jarinya sulit untuk di gerakkan, pengheliatannya juga terkadang hilang begitu saja.


"kak, kakak tuh beneran nggak pa pa?" tanya sang adik bingung. Anton hanya menjawab dengan sebuah anggukkan.

"yakin?"

"ia adikku..."

"tapiii..."

"udah sekolah gih sana. Jangan mikirin yang aneh aneh. Pikirin aja tuh sekolah kamu! Belajar yang benar!" perintah Anton. Fadilpun mengiyakan perkataan sang kakak.

***

"vyone bisa bantu adil nggak?" tanya Fadil di sela sela jam pelajaran itu. Ya Fadil dan Vyone satu kelas, bahkan mereka duduk sebangku.

"bantu apa?"

"cari tau kak Anton itu sakit apa. Bisa?" tanya fadil, vyone pun mengangguk pasti.


***

Seperti permintaan Fadil tadi, sepulang sekolah Vyone menemani Fadil mencari tau tentang apa penyakit sang kakak.

"kita mau kemana dil?" tanya vyone bingung.

"ke puskesmas yang waktu itu kakak datengin." jawab fadil cepat. Ia dan Vyone pun berjalan menuju puskesmas itu.

Tergesa gesa ia memasuki ruang dokter di puskesmas itu. Untung saja puskesmas itu sedang sepi jadi Fadil dan Vyone tak perlu mengantri lagi.
"ada yang bisa di bantu dek?" tanya dokter itu ramah. Fadil dan Vyone pun langsung duduk di depan meja dokter itu.

"siapa yang sakit?" tanya dokter itu lagi.

"kita nggak sakit kok dok." jawab Vyone ragu, ia memandang Fadil seolah olah menyuruh Fadil untuk bicara.

"lalu kenapa kalian kesini?"

"hmm dok apa boleh kita minta tolong sama dokter?" tanya Fadil sedikit ragu.

"kalau saya bisa membantu, pasti saya bantu. Ada apa?"

"kira kira 3 hari yang lalu, ada seorang pemuda yang datang kesini atau tidak, dok?"

"hmm... Siapa namanya?" tanya dokter itu bingung.

"anton, apa ada dok?"

"hmm... Anton ya?" dokter itu nampak berfikir, mengingat ingat sesuatu..

"ya saya ingat, ia pernah kesini. Adik ini siapanya?"

"kita adiknya dok."

"terus apa yang saya bisa bantu?"


"kak anton itu sakit apa dok?" tanya fadil cepat. Ia sudah tak tahan ingin segera mengetahui apa yang terjadi pada sang kakak.

"apa dia tak memberi tahu mu?" tanya dokter itu. Fadil menggeleng.

"sebenarnya saya tak tau pasti kakakmu mengidap penyakit apa. Tapi menurut pengamatan saya dan gejala gejala yang ada pada kakakmu itu..." perkataan dokter itu menggantung, ia pun menghela nafas pelan.

"kakakmu mengidap penyakit langka yaitu penyakit wilson." lanjutnya lagi.

"wil..wilson?" tanya fadil bingung.

"ya penyakit yang terletak pada organ hati. Penyakit ini timbul akibat terlalu banyak zat tembaga di dalam tubuh." jelas dokter itu.

"ya tapi ini belum pasti. Untuk memastikannya kakakmu harus di bawa ke rumah sakit. Untuk pemeriksaan lebih lanjut." Fadil tak bereaksi apapun, ia terdiam lama, tatapannya kosong.

"terimah kasih dok. Kami pamit pulang ya dok. Sekali lagi terimah kasih." ujar Vyone, lalu segera menarik Fadil keluar dari ruangan itu.


"Adil nggak pa pa kan?" tanya vyone cemas. Tak ada jawaban dari Fadil. Yang ada di kepalanya adalah menemui sang kakak, dan memintanya untuk di periksa lebih lanjut.

"Fadil pulang dulu." ucap Fadil tiba tiba.
Vyone hanya mengangguk, sepertinya ia tau betul apa yang dirasakan sahabatnya itu.


***

"kak, kakak.." teriak fadil sesampainya dirumah.

"apa sh dek? Kakak nggak budek tau." jawab sang kakak.

"kakak bohongkan sama Adil?" tanya fadil tajam.

"bohong apa? Kakak nggak ngerti!" tanya anton bingung.

"kakak sakit apa?"

"ya ampun dil, kakak kan udah bilang kakak nggak sakit apa apa. Cuman ke capean aja."

"bohong! Kakak bohong sama adil!" isak Fadil.

"tadi Adil ke puskesmas itu, Adil cari tau kakak sakit apa. Dan kata dokter itu, kakak di diagnosa sakit wilson." jelasnya. Anton menunduk dalam diam. Ia tak tau harus bicara apa lagi.

"KENAPA KAKAK BOHONGIN ADIL? KENAPA KAK? ADIL ITU ADIK KAKAK! ADIL BERHAK TAU APA YANG TERJADI SAMA KAKAK!" Raung Fadil

Melihat Fadil marah seperti ini membuat Anton merasa sangat bersalah. Anton tidak pernah menyangka keadaan nya malah jadi seperti ini.

"maafin kakak dil. Kakak cuman nggak mau kamu cemas cuman gara gara penyakit yang belum jelas kayak gini." jawab anton

 "kakak mau penyakit ini jelas? Oke kak, sekarang kita jelasin penyakit apa sebenarnya yang ada di tubuh kakak! Kita ke rumah sakit, sekarang!" Fadilpun menarik tangan kakaknya cepat. Sementara Anton ia terlihat pasrah mengikuti sang adik.


Created by :

---> Adisti Natalia
---> Thone Arulliant Fathoni
---> Debpi ZulpiaRni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar