Photobucket
PhotobucketPhotobucket

Selasa, 04 Oktober 2011

Puisi --> Capitulo 2

Gadis kecil itu berjalan pelan, tangannya memegang sebuah nampan yang berisikan sepiring nasi kuning berserta lauknya dan segelas susu hangat.

Ia berhenti tepat didepan pintu kamar sang kakak. Menguatkan dirinya untuk dapat menerima segala yang dilakukan oleh kakaknya itu.

"pokoknya nggak boleh nangis! Jangan cengeng!" tekatnya dalam hati. Perlahan lahan ia memegang kenop pintu dan membukanya.

Lagi lagi pemandangan yang sama yang ia lihat. Sang kakak sedang terduduk disamping ranjang, ia menatap lurus kedepan entah apa yang ia lihat.

"kak." sapanya pelan, gadis kecil itu mencoba mendekati kakaknya.

"hmm sarapan yuk kak? Disti bawa makanan kesukaan kakak nh." lanjutnya lagi. Tak ada jawaban dari sang kakak. Disti menghela nafas.

"kak, makan ya? Nanti kakak sakit." bujuknya lembut.

"kak, aku mohon jangan siksa diri kakak kayak gini. Ini semua nggak berguna kak, mau kakak gimanapun kak alexa nggak akan kembali." nasehatnya. Namun bagaikan angin bagi sang kakak, ia tetap diam tak bergeming.

"yaudah kalau nggak mau makan, aku tinggal disini ya kak? " ucap disti, ia menaruh nampan berisi makanan tepat disebelah anton. Setelah itu iapun meninggalkan anton sendiri.

Anton melirik sebentar nampan itu, meraba perutnya yang sedari tadi berdemo ria.

"anton laper." ucapnya pelan, ia menarik nampan itu,

"nasi kuning..." ujarnya riang, buru buru ia memakan nasi itu.

Tanpa anton ketahui ternyata sang adik sejak tadi memperhatikannya. Ia tersenyum melihat tingkah kakaknya lalu beranjak pergi meninggalkan sang kakak.

***

PRANGGGG....

Terdengar suara ribut dari kamar sang kakak.

"kak anton" ucap gadis itu pelan, ia segera berlari menuju kamar kakaknya, membuka pintu dan astaga disti melihat pemandangan yang berbeda kali ini.

Banyak pecah pecahan beling disana. Buku buku berserakkan dimana mana, dan yang membuat gadis kecil itu semangkin terkejut adalah sebuah cermin yang cukup besar itu retak.

Dengan hati hati gadis itu berjalan mendekati kakaknya.

"kak..." ucapnya lirih. Ia menangis melihat tangan kakaknya yang banyak mengeluarkan cairan kental berwarna merah itu.

"kakak ngapain sh kak? Tangan kakak kenapa?" tanyanya bergetar.

"benci. Anton benci! Benci!" gumamnya tak jelas.

"kakak benci apa?"

"benci benci benci!"

"huft, aku ambilin obat merah dulu ya kak? Kakak tunggu disini." kata disti lembut. Segera ia beranjak meninggalkan sang kakak.

Selang beberapa menit kemudian ia kembali.

"sini kak, tangannya aku obatin dulu." ujarnya. Anton menggeleng menyembunyikan tangannya.

"kak, nggak sakit kok." bujuknya. Perlahan lahan anton mengulurkan tangannya, dan disti pun mulai mengobati tangan sang kakak.

"auu." ringisnya pelan.

"tahan ya kak? Bentar lagi kelar kok."

"nah beres deh." lanjut disti.

"kakak, janji ya sama aku? Jangan buat aneh aneh lagi!! Aku keluar dulu, mau manggil bibi." ujar disti, iapun segera pergi mencari bibi untuk membereskan kamar sang kakak.

***

Ruangan itu serba putih, dari ranjang, cat dinding, dan sebagainya berwana putih. Apa ini kamar pemuda itu? Bukan! Ini sama sekali bukan kamar pemuda itu!

Gadis kecil itu memandang seorang pemuda yang sedang tertidur di ranjang.

"apa ini keputusan yang tepat?" tanya gadis kecil itu.

"aku hanya ingin kakak sembuh. Aku tak ingin melihat kakak mencelakai dirinya lagi."

#flash back.

"non.. Gawat non!" ujar bibi, nafasnya terengah engah, keringat dingin keluar dari keningnya.

"kenapa bi?"

"den anton non.. Dia.."

"kakak..." tanpa menunggu penjelasan dari bibi, gadis kecil itu segera berlari menuju kamar kakaknya, membuka pintu secara kasar. Tapi kenapa yang ia lihat ruangan itu kosong. Tak ada siapapun disana.

"bi, kakak dimana?" tanya gadis kecil. Bibi menunjuk ke arah balkon rumah itu.

"KAKAK!" panggilnya keras. Pemuda itu menoleh lalu ia tersenyum.

"kak, ngapain disana?"

"alexa ada disana" tunjuk pemuda itu kearah bawah.

"alexa minta aku kesana.." lanjutnya.

Gadis kecil itu melihat kearah yang ditunjuk oleh kakaknya. Keningnya berkerut lalu ia kembali melihat kearah kakaknya.

"kak, disana nggak ada siapa siapa."

"ada alexa! Disana ada alexa!"

"kak, dengerin aku! Kak alexa itu udah nggak ada! Kak alexa udah MENINGGAL!" jelas gadis kecil itu.

"nggak! Itu alexa! Kakak mau nyusul alexa!" pemuda itu tetap pada pendiriannya.

"alexa manggil kakak. Lihat dis, itu itu.." ujar anton lagi. Gadis kecil itu menangis, ia sungguh tak sanggup harus melihat kondisi kakaknya seperti ini.

"kak, please stop ngelakuin hal bodoh kayak gini! Kakak mau nyusul kak alexa? Itu tandanya kakak bakal pergi? Pergi ninggalin aku kak? Ok kalau kakak mau kayak gitu. Tapi sebelum kakak ngelakuin itu, lebih baik aku duluan yang terjun kebawah!" ujar disti panjang lebar. Ia bersiap siap untuk menerjunkan dirinya kebawah. Sementara anton ia tak bergeming ditempatnya. Memandang sang adik dengan tatapan heran.

“ayo kak, kita sama-sama nyusul kak alexa.” Anton terdiam cukup lama, ia bingung harus melakukan apa. Ia menengok lagi kearah bawah ternyata ‘alexa’ yang ia lihat sudah tak ada.

“alexa sudah pergi.”

#flashback end..

“ kak, aku pulang dulu ya, kakaknya disini saja disini kakak akan mendapatkan perawatan yang terbaik..” ujar disti, ia segera berlari meninggalkan sang kakak yang sedang tertidur pulas.

‘RUMAH SAKIT JIWA CANE HILL ASYLUM’ ya disanalah tempat anton dirawat, disty sudah mencari RSJ terbagus dikota ini untuk merawat sang kakak, ia tak mau sembarangan menitipkan sang kakak..

***

Waktu menunjukkan jam 10 pagi, semua pasien di arahkan keluar untuk senam beberapa menit saja. Ada yang menolak, ada yang malu-malu, bahkan ada yang mengacungkan tangan “jadi instruktur senam bu” pinta salah satu pasien.

Pasien itu menunggu berharap, suster rindy hanya tersenyum dan menganggung. Betapa senangnya pasien bernama indra. Hampir setiap hari dia meminta untuk menjadi intruktur senam, walaupun gaya senam yang dia ajarkan tidak begitu hebat tapi setidaknya sifat konyol dia bisa jadi hiburan tiap pagi. Hampir semua suster dan dokter mengenalnya, bahkan teman satu ruangan tau siapa indra.

Indra bisa dibilang ketua RT untuk ruang “Arjuna”, dia bisa membimbing temannya untuk mandi, makan bahkan BAB dan BAK di WC. Kalau ada pasien baru diruangan itu, dialah yang paling aktif, bahkan indra pernah menampar pasien baru yang histeris berlebihan.

“senamnya selesai, sekarang istirahat dulu, 30 menit lagi kita terapi” ajak suster rindy. Pasien sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang tidur terlelap setelah senam, ada yang sibuk mengisi galon minum karena sudah kosong, ada yang baru pulang dari laundry sehabis mengantar baju-baju kotor ruang arjuna.

Kehidupan disini sama halnya dengan kehidupan diluar. Bangun pagi mereka mandi, sikat gigi dan kalau ada jadwal membersihkan kamar mandi mereka lakukan. Jadwal makan mereka makan, jadwal tidur mereka tidur. Tidak ada yang berbeda, mungkin setiap makan selesai mereka akan diberikan beberapa obat dan harus segera dimakan saat itu juga. Banyak melakukan terapi, baik itu kelompok maupun individu.

“indra, bantu ibu yah” ajak suster rindy, indra segera memanggil orang-orang yang akan ikut terapi. Mereka bergerombolan berjalan keruang terapi.

Sudah lumayan ramai, grup arjuna masuk dan berbaris seperti menunggu sebangko. Satu persatu peserta dipanggil dan duduk ditempat yang sudah disediakan.

Mereka duduk melingkar, ditengah ada banyak pena, pensil, kertas, dan alat-alat music. Hari ini mereka akan melakukan terapi mandiri, mereka diminta untuk menunjukkan apa yang mereka bisa. Ada banyak perawat yang membimbing. Sekarang mereka sibuk dengan aktifitas baru.

Tampak salah satu pemuda duduk menyudut dan memisah dari teman lainnya.

“alend, kau membuat puisi lagi?” tanya suster anandita, alend hanya tersenyum dan kembali menulis apa yang sedang dia pikirikan. Banyak sekali pasien yang lebih memilih diam, walaupun sudah dibujuk tapi mereka tetap diam.

Terapi dihentikan, dokter meminta satu persatu pasiennya untuk maju dan menunjukkan hasil karyanya. Banyak yang malu-malu dan enggan untuk maju. Pemuda bernama alend mengangkat tangan dan dokter memintanya maju.

“apa judulnya?” tanya dokter, alend hanya menunjukkan kertas yang dia tulis kepada dokter. Dokter mengangguk mengerti. Alend membaca apa yang dia tulis. Keadaan menjadi sunyi.

Aku pulang berdesak-desakan

Dalam kendaraan

Memburu hari yang berlimpah

Takbir dan Tahmid

Bila aku bersimpuh dikakimu pagi ini

Dan airmatamu jatuh di ubun-ubunku

Matahari terasa kembali bersinar

BUKKKKKKK

Baru setengah bait dia baca dengan penuh penghayatan, tiba-tiba dari arah samping ada menonjok pipinya, keluar sedikit darah, alend meringis dan tertawa. Suster sontak menarik pemuda yang menonjok pipi alend.

Pemuda itu tampak masih geram dengan alend.

“indra, bawa teman kamu keruangan” suruh suster rindhy, indra mengangguk dan menyeret anton dengan kasar. Anton masih menatap tajam alend. Alend kembali membacakan puisi yang sempat terputus karena insiden tadi.

Di hatiku ---- setelah kau halau

Awan gelap dosaku

Dengan badai ampunanmu,

Saudaraku kemurahan hatimu

Adalah mawar yang harumnya

Kurindukan sepanjang siang

Sepanjang malam (pulang karya “Soni Farid Maulana”)

Suara riuh tepuk tangan menggema diruangan terapi. Semua orang tau kalau alend sangat jago dalam hal puisi. Alend mendapat selamat dari para suster dan dokter. Alend tersenyum bangga.

“puisi untuk adik kamu?” tanya suster rindy lembut. Alend mengangguk.

“ besok dia mau kesini, kamu kasih puisi ini kedia” suruh suster rindy lembut. Alend tersenyum sumringah dan mengangguk pasti.

“ayoo ikut suster, kita obat’in luka kamu” alend hanya menurut saja saat suster rindy menarik tangannya.

***

Tiada bisa ku lupa

Saat yang indah yang terindah

Yang kita lewati bersama

Semua kebiasaan yang kita lewati berdua kini jadi puing kenangan

Sebab engkau tlah pergi

Sambil menangis kau katakan

Kau tak akan pernah kembali

Dan dapat ku pahami satu alasan yang kau beri

Apa yang mereka ingini

Segala yang terbaik untukmu

Sendiri aku (jika itu memang terbaik)

Dalam gelapku (untuk dirimu)

Tiada satupun (walau berat untukku)

Menemaniku (berpisah denganmu)

Sendiri aku (hapus sudah airmatamu)

Dalam gelapku (aku mengerti)

Tiada satupun (ini bukan maumu)

Menemaniku (ini bukan inginku)

Jika itu memang terbaik

Untuk dirimu, walau berat untukku berpisah denganmu

Hapus sudah airmatamu

Aku mengerti

Ini bukan mau mu, ini bukan inginmu (Ungu_Jika itu yang terbaik)

Gadis kecil berambut sebahu sedang bermain gitar sambil bernyanyi, dia terlihat sangat menghayati lagu itu. Bagaimana tidak, lagu itu adalah lagu pertama yang dinyanyikan kakak saat dia berulang tahun ke-17. saat itu dia sangat gembira karena akhirnya sang kakak mau bernyanyi didepan umum, biasanya mereka berdua hanya bernyanyi dikamar gadis itu, kakaknya bermain gitar dan adiknya bernyanyi kadang sebaliknya. Keluarga ini memiliki darah seni yang sangat kental, selain kakaknya bisa bernyanyi, ia juga sangat pandai membuat puisi, hanya saja belum disalurkan.

Tapi semua itu hanya masa lalu, satu tahun, sudah satu tahun dia merindukan kakaknya. Kalian bertanya tentang orangtua mereka..?? orangtua mereka meninggal disaat ulang tahun gadis itu, kecelakaan pesawat lebih tepatnya. Tentu berat bukan, disaat umur kita 17 atau orang bilang 17 adalah masa menuju dewasa. Memang gadis itu semakin dewasa dan tegar. Bahkan terlalu tegar, jika kalian mengalami hal seperti dia apa yang kalian lakukan..?? bunuh diri #Bodoh#

Gadis itu dan kakaknya sangat terpukul saat mendengar berita kalau orangtua mereka meninggal. Kakaknya stress dan akhirnya #terpaksa# harus dilarikan kerumah sakit jiwa. Gadis itu tidak bisa mengurus kakaknya sendiri, pembantu mereka ada tapi selain perhatian keluarga pasien dengan masalah kejiwaan harus mendapat pengobatan medis yan lebih intensif. Bukan karena masalah orangtua mereka meninggal saja yang membuat kakaknya stress, tapi ada hal yang lebih menyakitkan. Disaat kita membutuhkan seseorang untuk memberikan support, orang itu menghilang dan pergi selamanya dari kehidupan kakaknya.



”non debpi makan dulu” gadis kecil berambut sebahu merasa namanya dipanggil, dia segera menghapus airmata yang dari tadi mengalir deras. Debpi hanya menggeleng lemah.

”nanti non sakit, bibi bawa kekamar yah” tak ada jawaban dari debpi, bibi datang dengan sepiring nasi lengkap lauk, sayur dan buah, serta air putih. Bibi tahu betul kebiasaan majikannya, harus ada sayur dan buah baru mau makan. Debpi hanya memandang sekilas piring yang ada disampingnya, perutnya seakan berdemo ”ayo makan”.

Debpi kembali teringat kakaknya.

”kak alend lagi apa yah, udah makan apa belum, ada nyamuk nggak disana” airmatanya perlahan turun kembali. Dia tertidur dengan posisi duduk menghadap kaca jendela kamarnya. Sekilas ada bintang jatuh dengan cepat.

”aku kangen kak alend” lirihnya dan dia memutuskan untuk makan,

” ini demi kak alend, mama dan papa” batinnya,

”aku berjanji akan membawa kak alend pulang” tekadnya bulat, dengan lahap dia makan makanan yang sudah disediakan pembantunya.

***

Debpi memarkirkan mobil ditempat yang tidak terlalu panas, kini mobilnya diselimuti dengan pohon-pohon besar yang ada disana. ”Cane Hill Asylum” itulah tempat yang ada dihadapannya.

Dia melirik jam yang ada ditangannya. ”pukul 12.15, pasti kakak lagi makan” dia terus berjalan menuju ruang ”Arjuna”. Debpi tampak celingak-celinguk mencari kakaknya.

”nyari alend yah buk?”

”iya nih, indra tau dimana alend..??” indra hanya tersenyum nakal, debpi tau apa maksud indra, ”nih 1000 kan” debpi memberikan uang 1000 untuk indra. Itulah kebiasaan pasien disini, selain meminta uang terkadang mereka juga minta rokok, permen, aksesoris. Kalau kita kasih besoknya akan minta lagi.

“dikamar buk, indra panggil yah” debpi mengangguk dan menunggu dikursi yang sudah tersedia diruangan itu.

Indra datang bersama alend, alend terlihat rapi, pasti baru mandi karena rambutnya masih basah.

“kakak sudah makan..??” tanya debpi, tanpa menunggu jawaban debpi mengeluarkan beberapa makanan yang sudah disiapkan oleh pembantunya.

Tampak banyak pasien lain berdatangan ketempat debpi dan alend, tentu mereka mau juga. Alend dengan cepat menyembunyikan makanan yang baru saja dikeluarkan, debpi hanya terkekeh melihat kakaknya. “ternyata penyakit pelidmu gak hilang kak” ucap debpi pelan.

“ini ada untuk kalian semua” debpi mengelurkan makanan dari tas satunya, indra mengambil dan membagikan secara adil.

Alend melahap makanan yang tadinya dia sembunyikan. Debpi terus memandang kakaknya, sedikit rasa kangen itu hilang. Debpi mengamati sudut bibir kakaknya, seperti luka tapi tidak, ini pasti ditonjok.

“kak” debpi menyentuh sudut bibir kakaknya,

“kakak kok berdarah” alend hanya meringis dan kembali melanjutkan makannya.

Suster anandita yang baru datang melihat debpi dan alend. Suster anandita tersenyum melihat alend yang makan seperti orang yang belum makan setahun.

“suster, aku boleh bertanya?” ucap debpi sopan,

“tentu” jawab suster anandita singkat.

“apa kak alend buat masalah lagi sehingga dia harus dipukul..??” tanya debpi lirih, dia tidak tega melihat kakaknya dipukul seperti itu. sudah satu tahun kakak dirawat, apa mungkin kak alend kembali arogan.

“tentu tidak, malah kakak kamu mendapatkan perhargaan dari direktur rumah sakit ini” debpi sedikit heran.

“maksudnya..??”

“puisi-puisi kakak kamu dibeli sama direktur rumah sakit ini dan direktur ingin bertemu dengan saudara alend, aku bilang alend hanya punya adiknya”

“benarkah?” debpi masih tidak percaya, kakaknya kembali membuat puisi.

“kakak buat puisi, untuk aku ada nggak..??” goda debpi, tapi apa mungkin kakaknya mengerti apa yang dia bicarakan.

Alend berdiri dan masuk kedalam kamar, dia seperti mencari sesuatu. Alend memberikan secarik kertas ke adiknya dan kembali makan.

Debpi membuka dan membaca dengan teliti, lagi-lagi airmata trus membasahi pipinya. Debpi sedikit kaget karena kak alend menghapus airmata yang membasahi pipi adiknya.

“jelek tau” ucap alend singkat, debpi sedikit tersentak kaget. Selama satu tahun baru kali ini kak alend bicara, walaupun hanya sepenggal kata tapi itu sangat berarti untuk debpi.

Saat ulang tahunnya yang ke-17, padahal debpi sudah berdandan seperti bidadari. Tapi tetap saja dibilang jelek dengan kak alend.

“udah jelek-jelek aja, mau diapa’in tetap aja jelek” debpi merengut dan menggembungkan pipinya.

“nah ini baru cantik” cekikik alend, debpi semakin menggembungkan pipinya.

Lagi-lagi dia teringat kakaknya dan untuk kesekian kali. Alend susah selesai dengan makannya dan makanan yang dibawa debpi habis semua. Debpi tersenyum senang melihat kakaknya yang sudah kenyang.

“kan sudah kenyang, baca’in dong puisi untuk adiknya” suruh suster anandita lembut. Alend memandang bingung, tatapannya kosong.

***

Debpi menunggu, tapi dia tidak mau berharap lebih. Kata-kata “jelek tau” sudah membuatnya sangat senang. Alend sedikit malu.

“biasanya dia tidak malu kalau didepan umum, mungkin karena sekarang dia membacakan khusus untuk adiknya” ucap suster anandita pelan.

Alend garuk-garuk kepala, “apa mungkin kakak nggak pake shampoo selama disini” batin debpi gaje.

Alend sedikit ragu dan menghembuskan nafasnya. Alend membacakan puisi yang tadi pagi dia buat untuk adiknya. Debpi terharu melihat apa yang sedang dilakukan kakaknya. “aku juga kangen sama kamu kak” batin debpi lirih.

Lagi-lagi tatapan itu melihat alend, tatapan yang begitu tajam.

“AKU BENCI PUISI” teriak pemuda itu, pemuda yang menonjok alend tadi pagi. Gadis yang ada disampingnya menatap takut, takut kakaknya akan melakukan itu lagi. Gadis itu sedikit terisak tapi dia tidak mau menangis.

“dia kenapa suster..??” tanya debpi yang masih memandang heran.

“dia anton, dia orang yang sudah memukul kakak kamu, dia nggak suka puisi, aku juga kurang begitu tau kenapa dia tidak suka puisi”

debpi sedikit kaget, dia ingin marah karena pemuda itu telah memukul kakaknya tapi dibalik itu dia merasa kasian “segitu benci kah dia dengan puisi?” ucap debpi pelan.

Alend tertawa melihat anton yang terus-terusan teriak “BENCI PUISI”, alend membacakan lagi puisi itu dengan nada semakin kuat bahkan terkesan teriak.

“kak” ucap debpi lembut, debpi menyarankan kakaknya untuk tidak membaca puisi lagi, alend menatap debpi tajam.

“sekarang kakak pasti capek dan ngantukkan..?? nah sekarang kakak tidur aja” pinta debpi lembut, debpi meminta tolong kepada indra untuk membawa kakaknya kekamar. Alend menurut dan tidak perlu menunggu lama alend sudah tertidur lelap.

Anton dibawa kekamar dan diberikan obat penenang tapi dia menolak untuk memakannya. Suster memaksa dan akhirnya anton tertidur pulas dikasurnya.

Gadis itu dari tadi terus menangis, dia semakin tersiksa melihat kakaknya seperti ini.

“disty” debpi memastikan bahwa gadis itu adalah gadis yang sebelumnya dia kenal,ya debpi pernah sekali bertemu dengan disty saat debpi menjenguk kak alend.

Gadis itu menoleh dan tersenyum kecut.

“itu tadi kakakmu?” tanya debpi pelan, disty hanya mengangguk dan kembali menangis.

“mari ikut aku kekantin, jika kamu tidak keberatan kamu boleh menceritakan semuanya ke aku” disty hanya menurut dan sekali lagi disty melihat kak anton yang sedang tertidur.

***

Malam kian larut, suara gemuruh petir menggelegar sangat kuat. Pohon bergoyang sesuai iringan angin.

"kak alend" teriak gadis manis berambut sebahu, dia terbangun dari mimpi buruknya.

"knapa non..??" tanya bibi yg buru-buru datang masuk kekamar gadis itu. "minum dulu non" suruh bibi

"non pasti kangen dengan den alend, non yang sabar yah" bibi menenangkan majikannya. Debpi masih terdiam mematung, bukan mimpir buruk tapi sebaliknya.

Didalam mimpi itu kak alend memanggil namanya, dan memeluk dengan pelukan yang sangat erat. Pelukan antara kakak dan adik. Tapi ada bayangan putih memanggil kak alend, kak alend menghilang sedikit demi sedikit.

"mimpi hanya bunga tidur, jujur aku ingin mimpi itu jadi kenyatan tapi kalau endingnya seperti ini" debpi menghembuskan nafas sangat berat.

***

"suster ada apa ini kok ramai sekali, bukannya ini jadwal tidur siang yah" tanya debpi heran

"tadi pasien anton memecahkan kaca jendela dan serpihan kaca itu mengenai kakak kamu"

debpi kaget mendengarnya, disty yang ada disampingnya merasa tidak enak karena kakaknya telah membuat celaka kakak debpi yang tak lain adalah teman barunya.

"maafkan kakakku" ucap disty, tapi tak ada jawaban dari debpi.

"trus kakak saya dimana suster..??" tanya debpi khawatir

"dia ada dikamar, sedangkan anton ada di IGD"

debpi menghampiri kakaknya yang sedang tertidur lelap dengan perban yang cukup banyak, ada di tangan, kaki dan sedikit di muka.

Alend terbangun dari tidurnya, dilihat adiknya yang sudah berdiri didepannya. Alend tersenyum,

"masih tetap cakepkan" candanya, debpi sedikit kaget dengan apa yang baru dia dengar. "ini pasti mimpi, jika aku menutup mata dan membukanya lagi, kak alend pasti masih tidur" dugaan debpi salah, alend masih tersenyum padanya.

"sakit kak, dimana yang sakit" cemas debpi. Alend hanya menggeleng, "mana anton..??" tanya alend. Debpi yang mendengarnya heran, ada apa dengan kakaknya, apa karena luka-luka yang ada ditubuh kakaknya membuat kak alend sembuh. #mustahil#

"Dia di IGD kak" ucap debpi singkat

"aku ingin minta maaf padanya"

"kakak baik-baik saja..??"

"tentu, kau fikir aku ini gila"

"tapi kk kan memang gila" batin debpi masih bingung

***

debpi membimbing alend untuk ke IGD, debpi bingung, dia masih tidak percaya apa yang baru dilihat, dan didengarnya. "apa kak alend sudah sembuh, tapi..."

"heyy guobloggg" ucap alend menatap orang yang ada didepannya.

Glekkkk

debpi menelan ludah, "apa-apa'an ini kak" batinnya

orang yang merasa dipanggil guoblogg menoleh dan menatap tajam alend. Anton sudah sadar tapi tangan dan kakinya masih dipasung.

"aku mau minta maaf atas kejadian tadi pagi"

"ayoo lah sob, gak ada untungnya kau membenci puisi, semua orang suka puisi, hanya orang GUOBLOGG seperti kau yang membenci puisi" ucap alend enteng, debpi dan disty yang melihatnya hanya mengangkat bahu. #biarlah orang gila sedang bicara, mungkin bahasa yang mereka gunakan berbeda dengan kita yang waras# pikir debpi dan disty

Anton berfikir cukup lama, "gue benci puisi"teriaknya. Anton merasakan kepalanya semakin berat.

"arrghhh" anton mengerang kesakitan, suster segera datang dan mencoba menenangkan anton. Anton mulai tertidur akibat obat yang dikasih suster, alend garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

"kak, kita balik keruangan kakak yuk" ajak debpi, alend menurut. Disty duduk disamping anton yang sedang tertidur.

"kak, kakak baik-baik ajakan..??" tanya debpi.

"tentu saja baik, kamu kenapa sih dek..??" tanya alend bingung debpi menarik nafas berat.

Debpi masih bingung, apa yang merasuki jiwa kakaknya sampai bisa berubah 180%, berubah seperti kakak yang selama ini dia kenal.cerewet tapi jujur #walaupun dengan adiknya sendiri sering nggak jujur karena hal sepele#

***

anton sudah dipindahkan keruangan, keadaan anton sudah sedikit baikan walaupun dia masih dipasung diruangan.

***

alend terbangun dari tidurnya, dia menatap pemuda yang sedang melamun melihat langit-langit kamar. Sedikit rasa iba merasuki jiwanya, entah mengapa alend berani membuka tali yang mengikat tangan dan kaki pemuda itu.

Pemuda itu menatap alend heran, walaupun pemuda itu masih tidak suka dengan alend akibat insiden puisi yang membuat dia harus mengingat lagi masa lalunya, masa lalu bersama alexa.

"kau bebas sekarang" ucap alend singkat, alend keluar dari kamar, alend memilih duduk dibangku luar. Sudah ada kertas dan pena dipangkuannya.

Anton membuntuti alend, dan duduk disebelah alend. Anton menatap kertas yang masih kosong.

Alend memberikan kertas dan penanya ke anton.

"cobalah" ucap alend dan pergi meninggalkan anton sendiri, anton masih diam.

Anton mengambil pena dan memutar-mutarnya. Dia menatap kertas yang baru saja diberikan alend.

Anton menghembus nafas berat.

***

Alend terdiam termenung dikamarnya. Entah kenapa malam ini dia teringat redith, perempuan yang sudah membuatnya seperti ini.

Flash back

"sudah dek, ikhlas'in mama dan papa yah"

suasana pemakaman sudah sepi, tanah basah dan dihiasi bunga diatas gundukan tanah itu.

Orang tua mereka sudah pergi, pergi untuk selamanya.

"hikss" debpi masih menangis sambil memeluk nisan orangtuanya.

"ayo kita pulang" ajak alend, debpi menggeleng lemah.

***

"arrgghh" alend putus asa, sudah hampir 30x dia menelepon tapi tak kunjung di angkat.

"redith ayo angkat teleponku, aku butuh kamu sekarang" alend kesal dan membanting hapenya.

Telepon dirumah mereka berdering cukup lama sampai terputus karena tak ada yang mengangkat.

Lagi-lagi telepon berdering.

"halo"

"oh iya non redith nanti akan saya sampai dengan den alend"

pembicaraan berhenti, bibi enggan untuk mengatakan apa yang baru didengar kepada alend. Sikon tidak sesuai.

Disaat alend baru kehilangan orangtuanya, dia juga harus kehilangan orang yang dia cintai #redith#

***

sudah seminggu alend diam dikabar, dia juga sudah mendapatkan berita kalau redith akan menikah tapi bukan dengan dia.

"kak, makan yuk" ajak adik satu-satunya, alend hanya diam.

"kak, aku suapin yah"

"aaaa" debpi menirukan gaya orang mau makan. alend tetap diam.

"kak tolong jangan seperti ini" tangis debpi pecah, alend menatapnya tajam.

"makan yah kak" suruh debpi terisak.

Duarrrrr Pyarrrrrr

alend dengan kasar mengambil piring yang dari tadi dia pegang dan membuangnya sehingga mengenai kepala debpi.

Banyak darah bercucuran dari kepala debpi, debpi mengerang kesakitan. Bibi datang dan membawa debpi menjauh dari alend, alend di bawa kasar dengan satpam.

"non, bibi bawa kerumah sakit yah takut-takut robekan dikepalanya besar, bibi nggak mau terjadi hal fatal" saran bibi, debpi hanya menggeleng lemah.

"non untuk kali ini nurut sama bibi" debpi tidak menjawab

***

alend disarankan untuk mendapatkan pengobatan lebih intensif yaitu "RSJ", debpi bingung harus melakukan apa.

Dia baru saja kehilangan kedua orangtuanya, sekarang, apa dia harus kehilangan kakak satu-satunya juga.

"ini demi kak alend" batin debpi, dia merelakan kakaknya untuk dirawat dengan orang yang lebih tau

dan mengerti dengan keadaan kakaknya.

Flash back end

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar