Langit begitu gelap, awan awan hitam menutupi langit siang itu. Angin
berhembus dengan kencang, dedaunan kering berterbangan entah kemana.
Suasana disini begitu sunyi, yang terdengar hanya suara dari hembusan angin itu.
"kak.." ujar pemuda itu pelan, sementara pemuda yang ada di sampingnya hanya tersenyum.
"relakan mereka ya dek..." katanya pelan.
"aku salah apa kak? Kenapa Tuhan mengambil mama dan papa secepat ini?" tanyanya lagi.
"Tuhan itu tau yang terbaik buat kita. Tuhan tau kamu bakal sanggup terima semua cobaan ini."
"Tuhan itu jahat kak! Aku benci!" teriak pemuda itu.
"sst
Tuhan itu baik. Tuhan nggak jahat. Adil itu kan adek kakak yang kuat.
Jadi kakak yakin kamu pasti sanggup." pemuda itu tersenyum lalu
merangkul sang adik erat.
"kita pulang yuk? Sebentar lagi
hujan. Kakak nggak mau lihat kamu kehujanan." lanjutnya lagi. Sang adik
pun mengangguk. Ia berdiri dan membersihkan celana hitamnya.
"ma,pa kita pulang ya." pamitnya, setelah itu ia segera berlari menyusul kakaknya yang sudah berjalan terlebih dahulu.
***
"cepat keluar dari rumah ini!" perintah seorang pria bertubuh tegap itu.
"ya, rumah ini telah kami sita!" kali ini pria bertubuh besar itu angkat bicara.
"tapi kenapa rumah ini di sita? Ini rumah keluarga kami!" ujar pemuda itu bingung.
"rumah ini disita, untuk menutupi utang utang ayahmu!" jawab pria bertubuh besar itu.
" papa punya hutang?" lagi lagi pemuda itu terlihat bingung.
"ya
ayahmu berhutang pada bank. Dan jaminannya berupa rumah ini! Kemarin
kami mendengar kabar bahwa ayahmu kecelakaan pesawat dan ia di nyatakan
meninggal, bukan?" kali ini pria berbadan tegap itu menjelaskan.
"berhubung
ayahmu sudah tak ada, sudah dipastikan tak akan ada yang membayar
hutang hutangnya. Jadi pihak bank dengan berat hati akan menyita rumah
ini. Ya kecuali kalau kau sanggup membayarnya."
Pemuda itu
terdiam cukup lama, ia nampak berfikir. Membayar seluruh hutang papa?
Mana mungkin ia bisa melakukan itu. Selama ini saja ia masih meminta
uang kepada kedua orang tuanya.
"bagaimana? Sanggup?" tanya pria bertubuh tegap itu.
"hmm... Saya..."
"tak
sanggup bukan? Kalau begitu cepat angkat kaki dari sini dan ingat
jangan membawa apapun, kau hanya boleh membawa baju yang kau gunakan
sekarang! Mengerti?"
Sementara di sudut rumah yang
lain terlihat adik dari pemuda itu. Sepertinya ia sedang menguping
pembicaraan sang kakak dengan 2 pria itu.
Setelah mendengar pembicaraan itu, ia berlari menuju kamar, kamar yang tak lain adalah milik orang tuanya.
Dengan cepat ia membuka pintu, menutupnya secara perlahan agar tak menimbulkan bunyi.
Tergesa gesa ia membuka lemari kecil itu. Mengambil sebuah kotak, yang entah berisi apa.
Setelah
mendapatkan apa yang ia cari, iapun segera keluar dari kamar itu. Tak
lupa ia menyembunyikan kotak yang baru saja ia ambil.
"kak..." sapanya ketika ia sudah sampai di ruang tamu.
"fadil.." pemuda itu tersenyum ketika melihat sang adik mendekat. Fadilpun langsung duduk di samping sang kakak.
"mereka siapa kak?" tanyanya kemudian.
"dek, kita berdua harus pergi dari rumah ini." ujar sang kakak, ia menunduk tak berani menatap sang adik.
"kenapa kak? Adil nggak mau pergi dari sini kak! Nggak mau!" tolaknya tegas.
"dek, rumah ini bukan milik kita. Rumah ini telah menjadi milik mereka."
"tapi kak kita mau tinggal dimana?" tanya fadil. Tak ada jawaban dari sang kakak.
"kita pergi ya dek?" ujarnya pelan. Fadilpun akhirnya menyetujuinya.
***
Mereka berdua berjalan beriringan, tak ada tujuan yang jelas, yang mereka tau ini adalah awal hidup mereka yang berat.
"kak anton, fadil capek kak." ujar fadil.
"adil capek?" tanya anton. Fadil hanya mengangguk.
"yaudah kita duduk disana ya?" anton pun menunjuk sebuah bangku yang berada di pinggir taman itu.
"dek,
abis ini kita cari kontrakan ya?" ujar anton, ketika mereka telah
sampai di bangku itu. Fadil hanya menjawab dengan sebuah anggukan.
"udah sore dek, sekarang yuk? Udah nggak capekkan?"
"iya kak. Ayo!" ujar fadil, ia nampak bersemangat.
Setelah
berjam jam mereka berjalan, bertanya kepada setiap orang apa ada
kontrakan di daerah sini yang murah atau tidak? Berpindah dari tempat
yang satu ke tempat yang lain, akhirnya mereka menemukan sebuah rumah
petak yang berada di kawasan rumah kumuh.
Krekk...
Pintu rumah tua itu mengeluarkan bunyi yang begitu nyaring.
Kedua
pemuda itu memandang tiap sudut rumah ini. Rumah yang terdiri dari 1
ruang tidur dan 1 kamar mandi, itupun berukuran kecil. Terdapat 1 kasur
yang terlihat sangat tua dan berdebu.
"maaf ya dek kakak cuman bisa ngontrak rumah ini aja." ujar sang kakak pelan. Fadilpun mengangguk dan tersenyum.
"kita bersihin yuk kak?" jawabnya.
"ayo."
***
Cuaca
pukul 3 sore saat itu sangat cerah. Keramaian yang tercipta di daerah
itu sudah menjadi hal yang biasa. Anak-anak berlarian bermain satu sama
lain. Ada pula pemuda seumuran anak smp yang sibuk bermain layangan. Ada
pula gerombolan ibu-ibu yang sedang membuat gosip tak jelas di rumah
salah seorang tetangga mereka. Semua tampak ceria menyambut sore yang
cerah itu.
Tapi semua suram bagi Anton. Dampak kejadian
yang tak terduga yang dialaminya beberapa hari ini berdampak pula pada
kehidupannya. Kedua orang tuanya meninggal, rumah peninggalan orang
tuanya di sita, dan yang lebih parahnya dialah yang harus membiayai
kehidupan keluarganya. Dan keluarga satu - satunya yang dia punya hanya
adik laki - lakinya yang masih sekolah.
Sore itu Anton
duduk bersender dikasur kontrakannya. Sedangkan adiknya belum pulang
sekolah. Ya, Fadil masih sekolah, Anton bertekad supaya adiknya tetap
sekolah. Dia tidak ingin mengecewakan Orang tuanya. Dia melamun,
ditangannya yang terkulai.
Anton memegang buku tabungan yang dia punya.
" saldo tabungan ku tinggal 850rbu cukup buat brapa hari ya...?? " keluhnya
Lama terdiam......
" aaaaarrrrrgggghhhhh" Anton menggaruk dan mengacak ngacak rambutnya
"aku mesti gimana...??Aku bingung....aku harus kerja, tapi kerja apa..." Ratapnya
"
Tuhan kenapa mesti cobaan ini yang aku terima..?? Knapa mesti aku dan
adikku...?? Belum cukupkah Kau mengambil kedua orang tuaku..??"
teriaknya sambil menjatuhkan wajahnya ke dekapan tangan di kakinya.
Tanpa
sadar air mata menetes dari sela sela lengannya. Anton bisa tegar di
hadapan adiknya. Tapi tidak saat dia sendiri. Ini kedua kalinya Anton
menangis. Sebelumnya dia menangis saat tau orang tuanya meninggal.
" Kakak, aku pulang.." teriak Fadil sambil masuk ke dalam kontrakan.
Tau adiknya datang. Anton cepat-cepat mengusap matanya memakai lengan bajunya.
" Kakak Kenapa..? Kakak abis nangis ya...? " tanya Fadil
" Nggak kok dek. "
" Akh, Kakak boong..! itu matanya merah, kalo bukan bekas nangis terus bekas apa coba..? "
" Yeeee, jangan sok tau akh anak kecil. Kakak cuma ngantuk aja, terus kaget ama teriakan kamu oncom..! "
"
Siapa yang anak kecil..? udah gede tau..! oncom-oncom...Kakak tuh yang
oncom.. " Cerocos Fadil sambil menjulur julur kan lidah nya.
" Udah berani ngelawan Kakak ya..? " sembur Anton sambil mengepit kepala Fadil diantara ketiaknya dan menjitaknya.
" hahahahahha, Ampun Kak, Ampun..." rengek Fadil
" ga da ampun buat anak jelek. "
" Kalo Adil jelek, Kakak juga jelek. hahahahaha. Ikh Kakak belum mandi ya..? Bau ketek.. "
" hhaahahaha, biarin sirik aja. "
" Wueeekkss. "
sejenak rasa penat di kepala Anton hilang. Semua masalah terasa sirna walaupun Anton tau ini hanya sementara.
" Besok aku harus cari kerja, apapun itu. " Tekad Anton sambil memeluk adiknya
" Aku tidak boleh mengecewakan Adil..!"
Fadil adalah cahaya hidupnya, Fadil pula sumber keceriaan hidupnya.
***
" Kak, Adil pergi sekolah dulu ya..? "
"
Tunggu, dil, Kakak anter Adil ke sekolah aja sekalian kakak ada perlu. "
teriak Anton sambil tertatih tatih memakai sepatu nya.
" Kakak mau kemana..?"
"
Kakak mau cari kerja, Kakak mau ke tempat kerja temen kakak. Dulu dia
sempet nawarin kakak kerjaan. Semoga masih ada lowongan " jelas Anton
" Oh..gitu. ya udah semoga masih ada ya kak. "
Anton hanya tersenyum.
Setelah
mengantarkan Adil ke sekolah. Anton langsung menuju ke Park Land
Pasific hotel. Sesampainya di tempat tujuan, Anton langsung menuju
resepsionis.
" Maaf, Mbak kalo Debo masuk kerja ga..? "
" Debo siapa ya...? Kerja di bagian apa...?? " Tanya si resepsionis bingung
" Debo andryos, dia kepala bagian Housekeeping. "
"
Oh, Bapak Debo sudah tidak bekerja di hotel ini, kurang lebih 2 bulan
yang lalu bapak Debo di mutasikan ke luar pulau. " jelas si resepsionis
sambil menyunggingkan senyum.
Pekerjaan yang memuakkan.
Pegawainya di tuntut untuk ramah dan beretika. Tak peduli dia sedang ada
masalah atau tidak. Yang perlu dilakukannya hanya melayani tamu dengan
baik dan ramah. Sangat bertentangan jika si resepsionis sedang punya
masalah.
" oh, terima kasih mbak. "
Anton
keluar hotel itu dengan wajah lesu. Anton duduk di bangku taman dekat
Park Land Pasific hotel. Memandang kosong ke arah kolam air mancur.
Harapan satu-satu nya yang diandalkan hilang sudah. Semua angan-angannya
melayang, terbang seiring doa yang terucap dari mulutnya.
***
Di
ruang kecil itu, pemuda 15 tahun itu berjalan mondar mandir tidak
karuan. sambil sesekali melirik ke arah jam yang terpaku di dinding
coklat yang telah pudar warnanya. Dia berada di ruangan itu sudah dari 2
jam yang lalu. Tapi dia mendapati ruangan itu kosong tanpa penghuni.
Setelah hampir 2jam lebih menunggu. Pintu depan terbuka menampakan
sesosok wajah yang telah di kenalnya selama ini, wajah yang di tunggu
kehadirannya dari tadi.
" Kakak dari mana sih..?
Adil takut ada apa - apa ama kakak..Kirain, Adil pulang, kakak udah di
rumah. " cerocos Adil tanpa henti
" Kakak kenapa senyum - senyum gitu..? Abis kebentur apaan sih...? Kayak orang gila aja.. " Tambah nya lagi
Anton hanya tersenyum melihat tingkah adik nya yang masih seperti anak kecil.
" Kakak lagi seneng, kakak punya kejutan buat Adil. "
" Kejutan..? Kejutan apa...? " tanya Adil. " Kakak pulang ga bawa apa. Dimana letak kejutannya. " pikir Adil kebingungan
" Adil bisa tebak ga..? " Goda Anton yang membuat Adil makin penasaran.
Fadil hanya mengangkat kedua bahu nya sambil berkata " Tau dah.." tanpa menghilangkan mimik muka nya yang masih kebingungan
" kakak udah dapet kerja dil, Kakak besok mulai kerja. Kakak..Kakak masih bisa biayain sekolah Adil. "
" Beneran kak...? " tanya Fadil
Anton hanya mengangguk. Tanpa aba - aba, Fadil langsung memeluk Kakaknya. Anton terkejut dengan apa yang dilakukan adiknya itu.
Diam sesaat.
" Adil kenapa..?? " Tanya Anton
"
Maafin Adil ya kak..? Kakak harus memikirkan biaya sekolah Adil,
padahal buat biaya hidup sehari hari aja belum tentu ada." Isak Adil
"
Adil jangan gini dong. Kakak justru seneng kalo Adil sekolah sampai
lulus. Kakak ga akan pernah maafin diri kakak kalau Adil sampai putus
sekolah. Kakak pengen jadi Kakak yang bisa di banggain ama Adil. Jadi
Kakak yang baik, mandiri dan bisa nge jagain Adil. Bukan jadi kakak yang
ketergantungan ama orang tua nya." jelas Anton
Fadil
hanya terdiam tidak bisa berkata apa - apa lagi. Cukup lama mereka
terdiam dengan posisi itu. Akhirnya Anton menggeserkan tubuh Fadil ke
depan.
" Adil belum makan kan..?? Kita cari makan ke depan yuk..? " Ajak Anton.
Fadil hanya mengangguk. Mengiyakan ajakan kakaknya tersebut.
***
# Flashback
Di
sebuah taman di pusat kota, seorang pemuda duduk di bangku permanen
yang terbuat dari campuran beton semen, pecahan warna warni keramik dan
batu-batu kali kecil. Campuran ketiga bahan tersebut membuat keunikan
tersendiri. Si pembuat Bangku pandai menata pecahan-pecahan keramik
berdasarkan gradasinya. Dan menata batu kali menjadi sandaran lengan.
Pemuda
itu duduk tak bergeming, melamun menatap kosong ke arah kolam di tengah
- tengah taman itu. Entah apa yang sedang di pikirkannya. Apapun
masalah yang sedang berkecamuk di batinnya semuanya tergores di raut
wajah nya yang tampan.
Pemuda itu bingung harus melakukan apa-apa.
Lama tak bergeming.
Anton
pun meratap, " Ya, Allah jika memang ini cobaan yang masih harus aku
hadapi. Aku rela dan aku ikhlas. Aku akan selalu siap dengan apa yang
telah Engkau takdirkan. Berikanlah aku ketegaran untuk menghadapi ini
semua. Akan Tetapi jika Engkau masih menyayangi hamba - Mu ini
berikanlah mukjizat - Mu untuk ku Ya, Allah."
Seiring
dengan doa yang terucap itu. Angin berhembus cukup kencang.
Menerbangkan daun - daun kering yang gugur. Daun - daun itu Melayang
terombang ambing tak menentu ke segala arah. Tersesat di tempat-tempat
yang tak pernah kita ketahui.
Begitu
pula yang terjadi dengan selembar kertas hijau yang melayang dan jatuh
di hadapan pemuda itu. Tadinya di biarkan kertas itu tergeletak tak
berguna. Pikiran pemuda itu paling cuma sekedar kertas yang mengiklankan
rumah makan murah meriah, pinjaman uang atau paling tidak di buka nya
suatu tempat baru semacam warnet atau laundry.
Tapi
karena rasa penasarannya, pemuda tersebut mengambil dan membaca semua
informasi yang di ceritakan oleh kertas tersebut. Senyum mengembang dari
wajah pemuda itu setelah melihat kertas tersebut.
" Ya Allah Engkau masih menyanyangi hamba - Mu ini, Terima kasih atas petunjuk - Mu ya Allah. "
Ternyata
kertas yang tadinya di anggap tak berguna itu, mengiklankan sebuah
lowongan pekerjaan di sebuah restoran yang baru dibuka. Dengan semangat
yang menggebu - gebu, semangat yang sama sebelum tahu Debo di mutasikan,
Anton bergegas ke alamat restoran tersebut. Walau hari sudah sore Anton
tetap mendatangi restoran tersebut, tidak ingin menunda kesempatan.
Sesampainya
disana, kebetulan Anton di sambut manager restoran tersebut. Anton
menceritakan maksud dan tujuan nya datang ke restoran tersebut. Dan
memohon maaf karena tidak membawa surat lamaran. Tanpa menunggu hari
esok sang manager restoran pun mewawancarai Anton. Karena memang
restorannya memerlukan tenaga kerja tambahan. Alhasil Anton di terima
bekerja di restoran tersebut dan mulai bekerja esok hari.
Anton pulang ke rumah dengan perasaan senang. Dan tak sabar ingin memberitahu adiknya.
***
Hari
ini adalah hari pertama Anton bekerja di Platinum Eat's Resto. Restoran
ini menyajikan segala jenis makanan dr beberapa negara. Restoran ini
juga terorganisir layaknya restoran - restoran di hotel bintang lima.
Desain gedungnya unik, bergaya restoran - restoran mewah di Paris. Meja,
kursi, dan perlengkapan nya di impor dari negara tetangga. stainless
tebal dengan pelituran dan ukiran warna emas memberi kesan meja dan
kursinya berharga jutaan. Begitu pula dengan dekorasi ruangannya, di
tata sedemikian rupa layaknya ruang makan di sebuah istana. Musik klasik
terdengar menggema ke segala penjuru ruangan. Memberikan efek berbeda -
beda pada setiap orang yang sedang makan.
Orang - orang
mungkin berpikir, pegawai yang bekerja disini pasti mendapat gaji yang
besar. Tapi tidak bagi Anton. Sebulan Anton hanya di gaji sebesar
800rbu. Tapi bagi Anton itu sangat lah besar untuk nya saat ini. Saat
dimana tidak ada lagi orang tua yang selalu memberinya uang, orang tua
yang selalu memberi apa yang dia inginkan.
Dua minggu
berlalu dengan cepat. Anton bekerja membanting tulang demi kelangsungan
hidupnya dan adiknya. Setiap hari Anton pergi bekerja pada pukul 3 sore
dan kembali ke kontrakan pada pukul 11 malam. Jarak yang di tempuh dari
rumah kontrakan ke tempat kerjanya di tempuh kurang lebih 1 jam jika
memakai angkot, 2 jam kalau jalan kaki. Dan sudah 1 minggu terakhir
Anton berjalan kaki menuju tempat kerjanya. Sisa uang nya tidak
memungkinkan untuk dihambur - hamburkan untuk ongkos kerjanya. Oleh
karena itu, Anton berusaha menyimpan sisa uangnya untuk makan dan bekal
adiknya sekolah.
Selama kakaknya belum pulang bekerja,
terkadang Fadil terjaga menunggu kakaknya. Tak jarang pula Fadil suka
ketiduran dalam posisi yang menggelikan. Ini selalu membuat Anton
tertawa dan tersenyum saat pulang bekerja. Tugasnya sebagai pembantu
umum di restoran itu, menuntut diri nya supaya kuat dan gesit. Kelelahan
akibat dari pekerjaan lenyap seketika jika melihat adik nya setia
menunggu dirinya pulang.
" Hmmmmm..dasar Adil..!! " Di betulkan nya posisi Fadil tidur.
Di
tatapnya raut wajah adiknya itu. wajah adiknya yang masih polos, yang
sebenarnya masih perlu kasih sayang orang tua. Kasih sayang yang tak
mungkin bakal di terimanya lagi. Hanya rasa sayang dari dirinya sajalah
yang Fadil dapat.
" Kakak janji, Kakak akan menjaga Adil
sampai kapanpun. Sampai ajal mendekat sekali pun, tak akan pernah
sekalipun kakak ninggalin Adil..Kakak sayang Adil.." Di kecupnya kening
Adil dan menyelimutinya.
***
Gumpalan air itu perlahan-lahan jatuh menyentuh bumi. Tik Tik Tik,
begitulah bunyi mereka jika jatuh satu persatu. Semakin lama mereka
datang beramai-ramai seperti orang yang akan melakukan demo. Bahkan bisa
mendatangkan bencana yang cukup dahsyat jika mereka sedang marah besar,
tidak ada yang bisa melawan. Manusia hanya bisa bersembunyi dirumah
masing-masing sambil menyeduh teh dan biscuit.
Itulah yang dilakukan Anton dan adiknya.
05.30
WIB, jam dinding berwarna hitam itu terlihat sangat menyedihkan.
Walaupun masih bisa bergerak sesuai irama, tapi sangat tidak pantas
disebut jam. Lebih tepatnya barang rongsokan.
“kak
Antonnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn” teriak Fadil saat tau teh yang
baru dia tuang digelas dan rencananya akan di minum, dengan seenak
kakaknya minum sampai tidak ada sisa.
“sssttt pagi-pagi
jangan berisik dek, nanti tetangga ngira ada KDRT disini” jawab Anton
tanpa dosa, kembali dia menuang teh kegelas miliknya atau lebih tepatnya
milik Fadil 5 menit yang lalu.
“siap-siap saja kakak
dipanggil kak Seto atas tuduhan penganiayaan terhadap anak kecil” jawab
Fadil seenaknya. Fadil kembali mengambil gelas dan menuang gelas itu
dengan teh yang ada didepan kakaknya.
“masuk sekolah hari
ini jam berapa dek…???” anton mengalihkan pembicaraan dan mengeluarkan
biscuit yang ada didalam tasnya waktu dia beli tadi malam. “nih, pakai
teh pasti akan lebih terasa enak” Anton memberikan biscuit itu kepada
adiknya, dia rasa Fadil lebih membutuhkan untuk tumbuh kembang.
“masuk
kayak biasa, kalau pulang… hmm.. mungkin kayak biasa juga” Fadil
menerima biscuit dari kakaknya dan mencelupkan beberapa biscuit kedalam
teh. “makasih kakak” Anton hanya tersenyum saat melihat adiknya makan
dengan lahap. Walaupun hanya teh dan biscuit kecil, pasti tidak kenyang.
Tapi Anton hanya mampu membeli itu.
“maafin kakak yah
Cuma bisa ngasih kamu ini, kalau kakak dapat bonus suatu saat pasti kita
makan enak, kakak janji” ucap Anton tersenyum tipis.
Fadil
menatap kakaknya iba. Saat Fadil pulang sekolah pasti kak Anton sudah
berangkat kerja, dan pulang sampai larut malam. Fadil merasa sangat
sedikit sekali waktu dia bersama kakaknya. Tapi Fadil tau kalau kak
Anton bekerja untuk dia juga.
Anton berencana pagi ini
akan mencari pekerjaan yang bisa dia kerjakan di pagi hari, dan jam 3
sore dia bisa kembali bekerja di restoran yang sekarang menjadi tempat
kerjanya. Waktu adalah uang baginya.
Fadil sempat protes
karena takut kesehatan kakaknya menurun. Sibuk kerja dan tidak ada waktu
untuk istirahat. sehat itu mahal kata Fadil, tapi bukan Anton namanya
kalau tidak bisa membujuk adiknya. Fadil hanya bisa nurut.
“sudah..???”
tanya kak Anton. Fadil hanya mengangguk dan membereskan gelas
ketempatnya. Pagi ini Fadil seperti biasa akan berangkat sekolah. Walau
hujan cukup membanjiri jalanan, tapi itu semua tidak akan menghapus
semangat kedua kakak adik ini.
***
Crekkkkk
Pintu
kontrakan rumah Anton dan Fadil terbuka perlahan. Sepertinya banyak
engsel yang sudah terlepas dan harus diganti. Tidak ada waktu untuk
memikirkan renovasi rumah, toh ini bukan rumah merekal.
Fadil
masuk dan mengunci kembali rumahnya, lebih tepatnya rumah kontrakan.
Atau lebih tepat lagi ini tidak layak disebut rumah, tapi mau bagaimana
lagi, ini adalah tempat sewa rumah termurah didaerah sekolah Fadil.
Bagaimana
mau disebut rumah, dilihat dari pintu sudah sangat tidak layak, maling
yang baru belajar kemarin mungkin bisa masuk dengan mudah. Cat dinding
juga sudah banyak yang mengelupas. Mengenaskan.
Fadil
mengganti pakaian sekolahnya dengan pakaian rumah seadanya. tidak ada
hawa kak Anton telah pulang. Fadil berinisiatif untuk masak, dilemari
hanya ada mie, beberapa telor dan sedikit sayuran yang baru dia beli.
“semoga
kak Anton suka dengan masakanku, walaupun baru uji coba” pikir Fadil
dan sekarang sedang menghidupkan kompor minyak yang baru beberapa minggu
dibeli kakaknya.
Bau harum dirumah kumuh itu bisa
mengubah segalanya, Fadil terlihat bangga dengan hasil eksprimennya.
“Tidak terlalu buruk“ pikirnya.
Fadil menata ruang tempat yang biasa Fadil dan kakaknya gunakan untuk bersantai.
“terlalu berlebihan” pikir Fadil
“seperti
mau mengajak perempuan makan malam saja, ini kan hanya untuk kak Anton,
tapi tidak ada salahnya sekali-kali seperti ini” ucap Fadil
Creekkkkkk
Fadil mendengar pintu telah dibuka, dia yakin pasti kakaknya sudah pulang.
“kakakkkkkkkkkk”
Fadil menghambur ke dalam pelukkan sang kakak. Anton melihat heran, dia
seakan tidak percaya apa yang sudah dilakukan adiknya. Walaupun Fadil
sudah berumur 15 tahun tapi biasanya anak seumur Fadil pasti sibuk
bersama teman-temannya atau mungkin pacar.
Anton tersenyum
geli saat tau kalau adiknya sampai saat ini belum mempunyai pacar,
bahkan Anton belum pernah mendengar adiknya curhat tentang perempuan.
Mungkin hanya Vyone, teman kecil Fadil. Itupun hanya teman katanya.
“kakak
kenapa senyum-senyum, nangis atau terharu kek dengan apa yang ada
dihadapan kakak sekarang” Fadil menaiki alisnya keatas bawah bermaksud
menggoda.
“ini kamu yang masak..???” tanya Anton
basa-basi, Anton tau pasti yang memasak makanan ini adalah adiknya,
tidak mungkin masakan seperti ini dijual dirumah makan atau restoran.
Dilihat dari bentuknya saja tidak menyakinkan.
“aizzzzzz
kak Anton lelet, ya sudah Fadil sudah lapar sekarang kita makan siang
dulu, jam 3 kan kakak harus kerja” Anton melirik jam dinding yang
menunjukkan jam 2 siang.
“ehhh, kok jam segini kamu sudah
pulang dan bisa menyiapkan makanan ini…?? Adil nggak bolos kan..?? kakak
paling nggak suka Adil bolos, kamu itu harus belajar belajar dan
belajar, yang ada dipikiran kamu Cuma belajar, okeh..??” Fadil tidak
menghiraukan kakaknya, dia sibuk dengan makanan yang beberapa menit lalu
dia masak.
“nggak terlalu buruk kok kak, ayoo dicoba” suruh Fadil.
“tapii…”
“kalau
lagi makan nggak boleh ngomong nanti makanan yang kita makan masuk
kesaluran pencernaan dan itu yang mengakibatkan tersedak, gitu kata guru
biologi Adil” jelasnya. Anton diam dan ikut makan bersama adiknya.
“dil,
tolong ambilin gelas yang didekat kamu” pinta Anton. Adil mengambil dan
memberikan kepada kakaknya tapi entah apa yang terjadi, gelas itu
seperti licin ditangan Anton dan seketika serpihan gelas itu berantakan
dilantai.
Fadil menatap kakaknya heran.
“aduhh
kak, kenapa bisa jatuh, sudah biar Adil yang bersihin sekarang kakak
makan aja, nanti telat kerjanya lagi” fadil mengambil sapu dan membuang
serpihan gelas itu ketempat sampah.
Anton merasa pandangannya sedikit kabur. “mungkin hanya kecapekan” pikir Anton.
***
Anton sudah bersiap untuk kerja, Anton melirik adiknya sebentar dan ternyata Fadil sedang mengerjakan PR dari sekolah.
“Fadil, kakak berangkat dulu, jaga rumah yah kalau ada orang asing jangan dibiarkan masuk” nasehat anton.
“iya kakakku cerewetttttt” fadil kembali focus dengan pekerjaan rumahnya.
***
Entah
kenapa orang-orang penting lebih suka menghamburkan uang ditempat
seperti ini. makanan ini belum tentu sehat, steril dan bergizi. Makanan
yang dibuat sendiri tentu lebih terjamin. Anton tidak mau memikirkannya,
yang terpenting adalah dia digaji dan bisa hidup dengan adiknya
beberapa hari kedepan.
Orang-orang penting itu telah
pergi, Anton bergegas membersihkan meja yang baru orang-orang itu
tempati. Dilihatnya makanan yang masih banyak tersisa, mungkin makanan
itu lebih mahal dari gajinya sebulan disini.
Anton menarik
nafas sesaat dan bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan padanya.
Tuhan memberikan cobaan pertanda dia sayang kepada kita. Sangat
menyedihkan orang yang hidup tanpa cobaan.
“kenapa…??
Kenapa jari-jari ini seperti mati, sulit sekali aku menggerakkannya”
batin Anton. Kecemasan menyelimuti dia sekarang. “Tuhan jangan berikan
cobaan lain sekarang, aku mohon” pinta Anton yang masih berusaha
menggerakan jari-jarinya. “Alhamdulillah” Anton tersenyum lega dan
kembali bekerja.
***
Anton
merasa hari ini sangat aneh. Sudah berapa kali jari-jarinya terasa kaku
dan sudah berapa kali pula pandangannya tiba-tiba kabur. Pasti hanya
kecapekan, itu lah yang Anton pikirkan.
Anton sudah
bersiap untuk tidur, ditempat tidur itu sudah terbaring adik kecilnya.
Bukan, sekarang Fadil bukan lagi adik kecilnya. Fadil sudah besar dan
akan beranjak dewasa. Anton merasa semua rasa lelah yang hinggap
ditubuhnya hilang seketika saat Anton menatap adiknya tidur. Tidur
dengan nyenyak.
“malam adik kecilku” Anton mengecup kening Fadil dan menyelimuti tubuh dia dan Fadil.
***
Anton merasa tubuhnya sangat dingin, dibuka matanya perlahan-lahan.
“dimana ini…??” batin Anton heran. Dilihat sekeliling, seperti bukan ditempat kontrakannya.
“Fadil,
mana Fadil, mana……..” Anton berlari entah kemana tapi hasilnya nihil,
Fadil tidak ada. “ini sebenarnya dimana…??” batin Anton gelisah. Tempat
itu memang indah, tapi tidak akan indah kalau tidak ada adiknya, Fadil
disampingnya. Selang waktu beberapa menit, terlihat dua orang dewasa
berpasangan menghampiri Anton.
Tidak begitu jelas
pandangan Anton, tapi semakin mereka mendekat kedua orang itu semakin
terlihat jelas. Anton seketika tersenyum dan berlari kearah mereka.
“papa,
mama” Anton memeluk kedua orangtua yang baru saja meninggalkan dia
beserta adiknya. Tunggu..?? meninggal…?? Anton seketika bangun dari
tidurnya.
“ternyata mimpi” ucap Anton.
“kenapa
kak…??” tanya Fadil yang tiba-tiba ada dihadapan Anton, Anton sedikit
terkejut tapi Anton langsung memeluk adiknya dengan erat. Sangat erat.
Fadil membalas memeluk kakaknya, walaupun Fadil bertanya-tanya, apa yang
sudah terjadi dengan kakaknya. Fadil ingin tau itu.
Created by :
---> Adisti Natalia
---> Thone Arulliant Fathoni
---> Debpi ZulpiaRni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar